Jakarta,  (ANTARA News) - Hakim konstitusi, Maruarar Siahaan, menyatakan tidak mendasar membedakan antara capres independen dengan calon kepala daerah independen.

"Tidak terdapat alasan mendasar untuk membedakan sifat keterpilihan presiden sebagai pimpinan eksekutif nasional, dengan kepala daerah sebagai pimpinan eksekutif lokal," katanya dalam pernyataan perbedaan pendapatnya (dissenting opinion) putusan Pengujian UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, di Gedung MK, Jakarta, Selasa.

Dalam putusan itu, majelis hakim konstitusi menolak untuk seluruhnya permohonan para pemohon uji UU Pilpres terkait capres independen.

Ia mengatakan putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007, yang membuka calon perseorangan dalam pilkada, merupakan yang sangat relevan bagi tafsir Pasal 6A ayat (2) tersebut.

"Meskipun oleh pemerintah dan DPR serta para ahli disangkal sebagai berbeda, dengan alasan bab pilkada berada dalam rezim pemerintahan daerah, sedangkan pilpres berada dalam rezim pemilu," katanya.

"Kami tidak sependapat dengan argumen demikian, karena dilihat dari kategori pimpinan eksekutif negara, kedua-duanya dalam kategori yang sama," katanya.

Pasal 6A ayat (2) berbunyi, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu".

Ia menyatakan seandainya putusan MK dalam perkara uji UU Pilpres dikabulkan, maka putusan itu membutuhkan implemntasi berupa revisi UU Nomor 42/2008 tersebut.

Sehingga, kata dia, dapat dilakukan pengaturan yang layak bagi prosedur calon perseorangan atau independen yang seimbang dan setara dengan syarat bagi calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol. "Sehingga tercapai keadilan secara rasional," katanya.

Dikatakan, tidak rasional jika memperlakukan UU itu dalam Pemilu 2009, melainkan harus memberi waktu penyesuaian sampai pemilu berikut pada 2014.(*)

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009