Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi meskipun sebenarnya harga yang berlaku saat ini dinilai sudah berada di bawah standar keekonomian. "Kalau harga seperti saat ini di mana harga minyak mentah Indonesia (ICP) 44,3 dolar AS per barel dengan kurs Rp11.000 per dolar AS, harga Rp4.500 per liter (premium) sudah berada di bawah harga keekonomian apalagi untuk solar," kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta, Minggu. Menurut Menkeu, pemerintah tetap mempertahankan harga yang berlaku saat ini mengingat dampak krisis ekonomi global yang masih akan berlangsung. Krisis ekonomi yang berlangsung saat ini menyebabkan pemerintah tidak bisa mengubah harga BBM sehingga diputuskan tetap sama dalam rangka menjaga kepastian dan stabilitas perekonomian nasional. "Meningat resiko masih terus berlangsung dan akan berimbas pada perekonomian nasional maka kami merasa perlu menjaga agar kegiatan ekonomi tetap berjalan secara signifikan," katanya. Ia menjelaskan, pertimbangan lainnya adalah kondisi harga minyak dunia juga menunjukkan peningkatan di mana pada Januari 2009 sekitar 33 dolar AS, namun kemudian meningkat menjadi 41 dolar AS. Rata-rata selama Februari ( hingga 13 Februari 2009) harga minyak mencapai 44,3 dolar AS sementara kurs bergejolak antara Rp11.000 hingga Rp12.000. "Harga BBM di Februari tetap, bukan karena pemerintah mau cari untung, tapi dalam konteks untuk menjaga perekonomian nasional, ketidakpastian global, serta untuk mengantisipasi ketidakpastian harga minyak," katanya. Menurut dia, harga BBM tetap juga ditujukan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan pelaku ekonomi sehingga sektor riil tetap beraktivitas,dan kemampuan masyarakat sesuai dengan tingkat pendapatan. "Harga akan dijaga stabil selama mungkin, meskipun tahun ini akan ada pemilu," katanya. Menkeu juga memperkirakan bahwa tidak akan ada surplus penjualan BBM bersubsidi pada Februari ini seperti yang terjadi pada Januari 2009 yang surplus sekitar Rp1,1 triliun.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009