"Undang-undang ini amat diperlukan bagi kita sebagai pembantu rumah tangga dalam melaksanakan pekerjaan sekaligus memberikan perlindungan keamanan bagi kami," kata Sayuti (19) yang membacakan tuntutan para PRT dalam aksi di Bunderan HI Jakarta, Minggu.
Sayuti yang menjadi pembantu rumah tangga sejak umur 16 tahun tersebut mengatakan, tiadanya perlindungan dari negara terutama kepada PRT membuat penganiayaan terhadap PRT seringkali terjadi. "Apalagi sebagai pembantu, kita masih dipandang pekerjaan yang rendah, dan ini kadang membuat kesewenang-wenangan terjadi pada kami," katanya.
Wanita yang saat ini bekerja di Yogyakarta tersebut mengungkapkan banyak para pembantu yang kehilangan hak-hak mereka namun tidak mampu untuk menyuarakan kepada majikannya karena posisinya yang rendah.
Seperti hari libur yang kadang tidak kita punyai, atau juga tempat untuk istirahat yang layak, kata anggota Serikat Pekerja. Selain itu, ia mengutarakan banyak PRT merupakan anak-anak. "Mereka selayaknya mendapatkan pendidikan juga dari majikannya," katanya. Saat ini setidaknya empat juta orang menjadi PRT dengan satu juta diantaranya masih anak-anak.
Sementara itu, dalam demo memperingati hari PRT itu, seratusan orang pembantu yang berasal dari berbagai tempat melakukan aksi orasi dan memberikan selebaran kepada para pengendara kendaraan bermotor yang lewat di sekitar Bundaran HI. Selain itu, mereka juga membacakan kisah-kisah naas para pembantu yang berhasil di ekspos oleh media massa.
Para demonstran dalam aksi yang difasilitasi oleh Jaringan Nasional Advokasi PRT (Jala PRT) itu mengenakan berbagai atribut PRT seperti celemek, dan juga lap pembersiH yang diikatkan di kepala. Sebagian dari mereka juga membawa alat dapur seperti panci dan penggorengan. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009