Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tingkat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara nasional per 28 Februari 2020 adalah 51,12 persen.
"Tingkat kepatuhan LHKPN secara nasional yang meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, dan BUMN/D per 28 Februari 2020 adalah 51,12 persen," ucap Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.
Ia merinci bahwa dari total 358.900 wajib lapor harta kekayaan, telah lapor 183.466 dan sisanya 175.434 belum lapor.
Rata-rata per bidang, yaitu eksekutif dengan tingkat kepatuhan 49,36 persen telah lapor 142.810 dari total 289.322 wajib lapor, yudikatif 88,69 persen telah lapor 16.863 dari total 19.014 wajib lapor.
Selanjutnya, legislatif 54,16 persen telah lapor 10.935 dari total 20.191 wajib lapor dan BUMN/D 42,33 persen telah lapor 12.858 dari total 30.373 wajib lapor.
Terkait kepatuhan LHKPK, lanjut Ipi, untuk 13 orang staf khusus (stafsus) Presiden, tinggal tiga orang stafsus yang merupakan wajib lapor periodik yang belum menyampaikan laporannya.
"Batas waktu yang diberikan adalah hingga akhir bulan ini, yaitu 31 Maret 2020," ungkap Ipi.
Sementara, dari total delapan orang stafsus Wakil Presiden yang terdiri atas tiga wajib lapor periodik dan lima wajib lapor khusus, KPK baru menerima pelaporan dari satu orang penyelenggara negara wajib lapor periodik.
"Sementara, lima penyelenggara negara wajib lapor khusus seharusnya telah menyelesaikan laporan hartanya paling lambat pada 24 Februari 2020," kata Ipi.
Namun demikian, kata dia, meski telah melewati tenggat waktu tiga bulan setelah lima stafsus tersebut dilantik dalam jabatan publik, sebagai bentuk komitmen pencegahan korupsi dan keterbukaan kepada publik KPK mengimbau kepada lima stafsus untuk tetap menyerahkan laporan hartanya.
Demikian juga untuk Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), KPK masih menunggu LHKPN dari total sembilan orang penyelenggara negara.
"Tercatat dua orang merupakan wajib lapor periodik dan tujuh penyelenggara negara lainnya adalah wajib lapor khusus. Kepada tujuh orang penyelenggara negara wajib lapor khusus, KPK mengimbau agar segera menyampaikan LHKPN sebelum batas waktu 12 Maret 2020," tuturnya.
KPK, kata dia, menyadari bahwa untuk sebagian penyelenggara negara yang baru menduduki jabatan publik yang mayoritas berlatar belakang swasta, mungkin memiliki kendala dalam pengisian LHKPN untuk pertama kalinya.
"Karenanya, KPK membuka kesempatan untuk pendampingan ataupun memberikan sosialisasi dan bimbingan teknis (bimtek)," ujar Ipi.
Sosialisasi dan bintek dapat dilakukan baik kepada para penyelenggara negara secara langsung maupun kepada tim Unit Pengelola LHKPN (UPL) di instansi-instansi yang kemudian akan melakukan sosialisasi kepada penyelenggara negara.
Selain itu, kata Ipi, penyelenggara negara juga dapat mengunduh panduan pengisian LHKPN melalui www.elhkpn.kpk.go.id atau jika masih mengalami kesulitan, menghubungi KPK melalui nomor telepon 198 agar dapat dilakukan asistensi.
"Untuk pelaporan harta tahun 2019 ini, hingga 28 Februari 2020 sekurangnya KPK telah memenuhi permintaan sosialisasi dan bintek sebanyak 90 kegiatan," ungkap Ipi.
KPK juga telah mengirimkan surat ataupun menghubungi penyelenggara negara baik secara langsung maupun melalui tim UPL di masing-masing instansi untuk mengingatkan penyelenggara negara terkait kewajiban LHKPN.
Baca juga: LHKPN Pemprov Jateng sudah 100 persen
Baca juga: Stafsus Presiden pastikan akan lengkapi LHKPN ke KPK
Baca juga: KPK apresiasi institusi majukan tenggat waktu penyetoran LHKPN
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020