Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perhubungan (Dephub) menyatakan akan segera menonaktifkan Djoni A. Algamar dan T.P. Malau, menyusul tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan kedua pejabat tersebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli.
"Segera setelah diterima penetapannya (sebagai tersangka oleh KPK)," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal dalam pesan singkat yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, Ketua KPK Antasari Azhar telah menetapkan keduanya sebagai tersangka karena diduga terkait dengan kasus pengadaan sejumlah kapal patroli di Dephub yang sudah menjerat anggota DPR Bulyan Royan dan pengusaha Dedy Suwarsono.
Dephub pernah menonaktifkan kedua pejabat tersebut, ketika awal kasus tersebut mencuat ke permukaan, tetapi seiring proses, keduanya diaktifkan kembali.
Antasari mengatakan, penetapan tersangka itu berdasarkan alat bukti yang diperoleh dan fakta yang terungkap di persidangan.
Dalam dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang disampaikan di pengadilan menyebutkan, kasus itu bermula ketika terjadi pertemuan antara Dedy Suwarsono, Bulyan Royan, beserta dua pejabat Ditjen Perhubungan Laut, yaitu Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Operasional, Tansean Parlindungan Malau dan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Djoni Anwir Algamar.
Dalam pertemuan itu, Bulyan Royan meminta kepada rekanan yang akan ditunjuk sebagai pelaksana pengadaan kapal patroli untuk memberikan dana kepadanya sebesar delapan persen dari nilai kontrak.
Selain itu, Bulyan juga meminta pengusaha untuk menyetor dana Rp250 juta per paket.
Setelah pertemuan itu, Dedy Suwarsono memutuskan mengambil satu paket pengadaan, yaitu paket C berupa pengadaan 4 unit kapal patroli kelas III tipe FRP panjang 28,5 meter, dengan nilai Rp23,6 miliar.
Atas kesepakatan dengan Bulyan, Dedy menyerahkan uang Rp250 juta dalam tiga tahap, yaitu Rp100 juta pada 6 Agustus 2007, Rp50 juta pada 10 September 2007, dan Rp100 juta pada 4 Oktober 2007.
Setelah itu, Dedy bersama perusahaannya, PT Bina Mina Karya Perkasa ditetapkan sebagai pelaksana proyek.
Kemudian, pada Mei 2008, Dedy menemui Djoni Anwir Algamar dan Tansean Parlindungan Malau di Departemen Perhubungan untuk mengurus sejumlah dokumen administratif.
Dalam pertemuan itu, Dedy menyerahkan Rp7,5 juta dan dua ribu dolar AS kepada Malau dan Rp5 juta kepada Algamar.
"Uang itu sebagai imbalan untuk mengatur agar PT Bina Mina Karya Perkasa milik terdakwa menjadi rekanan yang mendapatkan proyek pengadaan kapal patroli tersebut," ungkap tim JPU dalam surat dakwaan.
JPU menambahkan, berdasar kesepakatan, Dedy juga memberikan uang senilai tujuh persen dari nilai proyek kepada Bulyan Royan. Atas permintaan Bulyan, Dedy mentransfer uang senilai Rp1,43 miliar ke rekening PT Tetra Dua di bank BCA.
Kemudian, Bulyan mengambil uang itu dan menukarkannya dalam bentuk mata uang dolar AS dan Euro. Penukaran itu dilakukan pada 27 Juni 2008 sebesar 80 ribu dolar AS dan tanggal 30 Juni 2008 sebesar 66 ribu dolar AS dan 5.500 euro.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009