Setiap hari, pasar tradisional menghasilkan 600 ton sampah. Jika gerakan ini dimulai di pasar-pasar tradisional, maka akan sangat signifikan mengurangi sampah DKI Jakarta

Jakarta (ANTARA) - Bagi banyak warga perkotaan seperti Jakarta, penggunaan kantong plastik sudah menjadi kebutuhan dan kebiasaan sehari-hari.

Kantong plastik menjadi bagian dari
beragam aktivitas. Sebut saja dalam urusan belanja di warung, pusat perbelanjaan, minimarket hingga pasar tradisional.

Bentuknya yang lentur atau elastis dan ringan menjadikan kantong plastik teramat diandalkan. Apalagi untuk menggunakannya tak harus beli.

Memang ada minimarket yang mengenakan biaya tambahan untuk penggunaan kantong plastik sebagai wadah belanjaan, tetapi biaya tambahan untuk tidak mahal. Hanya Rp200 per kantong.

Biaya sebesar itu umumnya tidak dihitung asalkan belanjaannya bisa dibawa. Praktis dan murah.

Pusat-pusat perbelanjaan malah jarang yang mengenakan biaya tambahan untuk kantong plastik. Mungkin pengadaan kantong plastiknya sudah termasuk komponen harga jual barang.

Di warung maupun pasar-pasar tradisional tak istilah tambahan biaya untuk penggunaan kantong plastik. Umumnya pedagang selalu menyediakan kantong plastik dan pembeli tidak harus membelinya.

Justru dinilai aneh kalau ada pemilik warung atau penjual barang kebutuhan sehari-hari yang mengenakan biaya tambahan untuk kantong plastik. Warung atau pedagang seperti itu justru menjadi bahan gunjingan dan akhirnya dijauhi calon pembeli.

Demikian juga para penjual makanan memberikan bungkus berupa kantong plastik kepada setiap pembelinya. Lagi-lagi penjual malahan dinilai aneh dan pelit kalau tidak memberi bungkus plastik secara gratis.

Dari restoran, warteg, tukang gorengan dalam gerobak keliling, tukang sayur keliling maupun mangkal hingga beragam penjual makanan dalam gerobak atau etalase yang mangkal selalu menyiapkan kantong plastik. Itu juga gratis.

Penjual sayuran di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, membungkus belanjaan pembelinya menggunakan kantong plastik, Jumat (28/2/202). (ANTARA/Windi Tri Aprilia)
Ketergantungan
Kantong plastik--yang populer dengan sebutan "kresek" beragam ukuran, warna dan bahan dasarnya, bertebaran pada hampir semua aktivitas warga. Itu menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap kantong "kresek" demikian tinggi dan begitu besar.

Dari inti bahan bakunya, semua "kresek" itu umumnya berbahan kimia. Bedanya, ada yang mudah hancur dengan sendirinya dalam kurun waktu beberapa hari dan minggu.

Tetapi tak sedikit "kresek" yang tidak bisa hancur walaupun sudah dipendam dalam tanah selama puluhan tahun, bahkan ratusan tahun. Para ahli sudah mengemukakan pembuangan plastik dapat mencemari tanah.

Sekilas penggunaan kantong "kresek" dianggap sepele. Sampai di rumah, kantong plastik pun dibuang.

Kalaupun digunakan lagi, jarang menggunakannya lagi untuk belanja berikutnya. Penggunaannya lagi yang paling gampang dilihat untuk kantong sampah kemudian digantung di pagar menunggu tukang sampah.

Tak jarang ikatan kantong plastik berisi sampah dibuang sembarangan termasuk di jalanan. Atau di pekarangan kosong, saluran air (drainase) hingga dilempar ke kali.

Lihat saja di lokasi-lokasi penampungan sampah sementara. Begitu banyak kantong plastik berisi sampah rumah tangga.

Di pintu-pintu air saat banjir di Jakarta, petugas harus berjuang keras mengangkat sampah dalam kantong-kantong plastik. Jumlahnya bisa puluhan dan kalau ditotal dalam periode tertentu bisa ratusan ton sampah.

Demikian "nasib" kantong kantong "kresek". Dibutuhkan tetapi kemudian dibuang begitu saja.

Mungkin karena gratis--kalaupun harus membeli tetapi harga sangat murah--sehingga perlakuannya juga sembarangan dan tidak bernilai sehingga layak dibuang begitu saja.

Sosialisasi
Kebiasaan seperti itu yang menjadi perhatian pemerintah. Beberapa pemerintah daerah telah menerbitkan aturan mengenai pengurangan sampah plastik.

Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 142 Tahun 2019 tentang Larangan Penggunaan Kantong Plastik. Aturan yang diberlakukan di pusat perbelanjaan, toko, swalayan dan pasar rakyat itu masih dalam tahap sosialisasi.

Sosialisasi merupakan tahap sangat penting mengingat kebijakan ini bersentuhan dengan kebiasaan warga yang sudah bertahun-tahun. Arahnya adalah perubahan perilaku warga yang sangat tergantung kepada kantong plastik.

Sejumlah pedagang dan pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengaku belum bisa "diet" atau mengurangi penggunaan kantong plastik dalam kegiatan jual-beli sejumlah belanjaan.

"Pembeli saya malah minta kantong plastik yang gede, supaya bisa membawa banyak belanjaan," kata Sopiyah, pedagang sayur saat ditemui di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (28/2).

Sopiyah mengaku kesusahan apabila penggunaan kantong plastik tidak diperbolehkan lagi. Hal itu karena kebanyakan pembeli tidak membawa kantong belanjaan sendiri.

Sama halnya dengan Riyan, seorang pembeli di Pasar Kebayoran Lama. Dia mengaku sudah mengetahui larangan penggunaan kantong plastik, akan tetapi belum bisa beralih membawa tas atau kantong belanja sendiri dari rumah.

"Ribet juga kalau harus membawa dari rumah, sementara penjualnya masih menyediakan kantong plastik dan barang belanjaan saya juga banyak," katanya.

Ia lebih suka berbelanja menggunakan kantong plastik karena gratis, dibandingkan harus membawa dari rumah karena akan membutuhkan tas atau kantong belanjaan dengan jumlah banyak.

Pegunjung sedang menenteng kantong plastik berisi belanjaannya di Pasar Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/202). (ANTARA/Mochamad Firdaus)
Masih Laku
Penjual plastik eceran dan jasa angkut belanjaan, Muloh dan Rudi mengatakan, sudah mengetahui larangan penggunaan kantong plastik tetapi tak sedikit pengunjung pasar yang membeli kantong plastik jualannya. "Kita bisa menjual 15 kantong plastik setiap harinya," katanya.

Mereka mengaku, sebelum dan sesudah ada sosialisasi tentang penggunaan kantong plastik, plastik eceran jualannya tidak ada penurunan. Tetap sama peminatnya seperti hari-hari sebelumnya.

Begitu juga pedagang di Pasar Cempaka Putih, Jakarta Pusat, menilai kantong kresek atau plastik sekali pakai masih digunakan karena memberikan kemudahan saat membawa barang belanjaan.

Pedagang sayur bernama Sopian mengaku sudah tahu tentang pergub tersebut. Namun dia menilai kantong plastik masih harus digunakan dengan alasan kepraktisan.

"Udah tahu (aturan itu), tapi kantong plastik masih harus dipakai, kalau pakai tangan ditenteng (tanpa kantong plastik) susah," kata Sopian.

Pedagang sembako bernama Anto mengatakan akan mengikuti peraturan yang sudah ada. "Kalau saya mah ya ngikut pemerintah aja, gimana baiknya," kata Anto.

Namun dia masih menggunakan kantong plastik sebagai wadah belanja karena belum tersedia wadah lain.

"Untuk sekarang saya masih pakai kantong plastik, soalnya belum ada wadah penggantinya, kecuali kalau ada pembeli yang minta gak pakai plastik, baru saya gak pakai," kata Anto.

Anto telah melakukan sosialisasi kepada pembeli di tempatnya dan menilai peraturan tersebut baik. Ibu-ibu juga sudah pada tahu soal peraturan itu.

"Sekarang udah agak mendingan, banyak yang bawa tas besar. Peraturan itu baik sih kalau itu yang terbaik dari pemerintah," katanya.

Sebagian pembeli yang datang di pasar itupun mengatakan peraturan tersebut sebagai hal yang wajar. "Ya biasa-biasa aja, untuk sekarang sih masih pakai kresek tapi gak tahu nanti," kata Bagja, pembeli di Pasar Cempaka Putih.

Penerapan
Pemprov DKI Jakarta agaknya akan konsisten menerapkan aturan itu. Bahkan seluruh pasar tradisional di DKI Jakarta yang dikelola oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya akan menerapkan kebijakan bebas kantong plastik sekali pakai mulai Juli 2020.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Andono Warih menyebutkan, regulasi tersebut mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan di Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat.

Peraturan tersebut telah mengatur kewajiban pengelola pasar rakyat untuk memberlakukan penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan (KBRL) kepada seluruh pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di lingkungan pasar rakyat.

Baca juga: Nugie komentari rencana larangan kantong plastik di Jakarta
Baca juga: Warga Tebet Timur diminta mulai bawa kantong belanja ramah lingkungan
Baca juga: Pasar tradisional DKI bebas kantong plastik mulai Juli 2020

Untuk terwujudnya perubahan perilaku, maka pemerintah daerah, pelaku usaha dan konsumen akan menjadi penentu keberhasilan penerapan kebijakan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan.

Pengelola pasar rakyat juga berkewajiban melakukan sosialisasi dan pemberitahuan resmi kepada seluruh pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di lingkungan pasar rakyat yang dikelolanya mengenai kebijakan ini.

Selain itu, pelaku usaha di pasar rakyat wajib untuk tidak menyediakan kantong belanja plastik sekali pakai. Selanjutnya menerapkan prosedur sosialisasi pemakaian kantong belanja ramah lingkungan kepada para konsumennya.

Seluruh pasar tradisional yang dikelola Perumda Pasar Jaya wajib menerapkan aturan itu. Kepala pasar dan manajer area Perumda Pasar Jaya telah diberitahu bahwa per 1 Juli 2020 seluruh pasar tidak ada lagi yang menggunakan kantong plastik sekali pakai. Kepala pasar diminta segera melakukan sosialisasi dan kampanye.

Beberapa waktu lalu, Direktur Usaha dan Pengembangan Perumda Pasar Jaya, Anugrah Esa mengatakan, ini merupakan langkah nyata dari Perumda Pasar Jaya karena pasar tradisional merupakan salah satu yang berkontribusi besar menghasilkan sampah di DKI Jakarta.

Setiap hari, pasar tradisional menghasilkan 600 ton sampah. Jika gerakan ini dimulai di pasar-pasar tradisional, maka akan sangat signifikan mengurangi sampah DKI Jakarta.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020