Sidoarjo (ANTARA News) - Tujuh mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sidoarjo, Jawa Timur, periode 1999-2004 dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Delta Sidoarjo karena terlibat kasus korupsi anggaran dewan senilai Rp21,9 miliar. Ketujuh mantan anggota dewan itu masing-masing M Moekim dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Mufida Anggraeni dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Syamsul Hadi (PKB), M Sanyoto (PDIP), Toha Marzuki (PKB), Ahson Hadi (PKB) dan Didik Susilo Hardi dari anggota Fraksi TNI/Polri. "Kedatangan tujuh orang mantan anggota dewan itu untuk memenuhi panggilan kejaksaan negeri yang dikirimkan pada awal pekan lalu," kata Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Susdiyanto AP saat dikonfirmasi di Sidoarjo, Kamis. Ia mengatakan, dalam surat undangan yang dikirim kejaksaan negeri awal pekan lalu tertulis jika mantan anggota DPRD tersebut selambat-lambatnya harus datang pada Jumat (13/2) besok. "Namun, belum sampai tenggat yang diberikan habis, ketujuh orang tersebut sudah menyerahkan diri," katanya. Ketujuh orang tersebut, lanjut Susdiyanto, akan menjalani lama hukuman yang hampir sama, yakni 1,5 tahun penjara dan membayar denda Rp50 ribu subsider kurungan 2 bulan penjara dan mengembalikan kerugian negara senilai Rp245 juta. Sementara itu pengacara para terpidana, Mursyid Mudianto mengatakan, kedatangan kliennya ke kejaksaan tersebut untuk memenuhi panggilan kejaksaan. "Klien kami memiliki iktikad baik dengan memenuhi panggilan kejaksaan tanpa menunggu eksekusi dari pihak kejaksaan," katanya. Ia menyebutkan, setelah dari Kejari Sidoarjo, para terpidana ini akan dijebloskan ke tahanan di Lapas Delta Sidoarjo. "Para terpidana ini langsung ditahan kejaksaan," katanya. Disinggung soal upaya hukum terkait kasus ini, Mursyid mengatakan pihaknya belum memikirkannya. "Kami masih terfokus terlebih dulu pada proses penahanan ini," ujar Mursyid. Ketujuh terpidana ini harus menjalani hukuman kurungan penjara karena permintaan kasasi atas kasus korupsi anggaran dewan senilai Rp21,9 Miliar ditolak oleh Mahkamah Agung.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009