Bogor (ANTARA News) - Belasan ribu petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Provinsi Jawa Tengah akan melakukan aksi unjur rasa menolak diberlakukannya fatwa haram merokok oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sekretaris Jenderal Pemuda Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Unggul Ametung, mengatakan aksi unjuk rasa dipusatkan di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah yang merupakan sentra produksi tembakau, pada awal pekan depan.

"Dampak dari diterbitkan fatwa MUI mengenai larangan merokok, sekitar 24 juta jiwa petani tembakau dan enam juta jiwa pekerja pabrik rokok maupun pedagang rokok terancam kehilangan pekerjaan. Ini akan menjadi persoalan baru bagi pemerintah," kata Unggul Ametung, di Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Di sisi lain, kata dia, pemerintah kehilangan devisa negara dari sektor cukai rokok sekitar Rp50,2 triliun per tahun.

Menurut dia, sejak diterbitkannya fatwa larangan merokok, pada Januari lalu, saat ini produksi rokok secara nasional sudah turun sekitar 10 persen dan cenderung terus menurun.

Unggul meminta agar pemerintah mengingatkan MUI untuk mempertimbangkan kembali fatwa mengenai larangan merokok.

"Karena, dampak dari fatwa tersebut mematikan pekerjaan sekitar 30 juta jiwa penduduk Indonesia," katanya.

Dikatakannya, berdasarkan UU 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, petani diperkenankan menanam tanaman yang bisa dibudidayakan, termasuk tembakau.

Kemudian, berdasarkan UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, tembakau adalah salah satu komiditi strategis yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Berdasarkan amanah kedua undang-undang tersebut, kata dia, tembakau adalah salah satu komoditi strategis penghasil devisa negara dan tidak dilarang ditanam.

"Fatwa MUI yang melarang merokok, secara tidak langsung melanggar UU tersebut," katanya.

Diakui, dari persfektif kesehatan merokok merokok kurang baik dan Departemen Kesehatan sudah memberikan peringatan pada setiap bungkus rokok.

Dari persfektif agama, kata dia, kurang tepat, karena pemahaman dan keyaninan masyarakat tidak persis sama sehingga fatwa tersebut bisa menjadi perdebatan.

Ia mensinyalir ada kepentingan politik tertentu dibalik fatwa larangan merokok. Karena itu, Ungguul meminta pemerintah bisa bersikap bijaksana dalam menyikapi fatwa larangan merokok.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009