Jakarta (ANTARA News) - Sinetron komedi satire berjudul MALIOBORO merupakan drama berseri yang menggambarkan realitas sosial masyarakat Indonesia, seperti serial Losmen tahun 1980-an. "Ya, seperti Losmen. Bedanya, setting Losmen hanya di satu tempat, sedangkan Malioboro kita setting di beberapa tempat," kata produser Bertha Suranto kepada ANTARA News, saat dihubungi melalui telepon genggamnya di Yogyakarta, kemarin. Selain di Jl Malioboro, katanya, setting adegan juga dilakukan di Guest House Rumah Eyang, di Jalan Kemitiran, dan Jalan Mangkubumi. Menurut Bertha, sinetron Malioboro merupakan drama yang menggambarkan realitas sosial masyarakat Indonesia hari ini, termasuk yang menyangkut perekonomian dan politik, "Tetapi bukan sketsa sosial". Direncanakan sebanyak 50 episode, sinetron ini mengambil Jl Malioboro dengan pertimbangann kawasan jalan legendaris di Jogja itu mampu mewadahi bertemunya berbagai karakter sosial dengan berbagai latar belakang serta masalah. "Malioboro adalah sebuah melting pot yang memungkinkan untuk bercerita mengenai masalah-masalah yang aktual di masyarakat. Di tempat ini kita menjumpai berbagai macam orang dengan latar belakang yang berbeda-beda," katanya. Ia juga menyatakan Maliioboro bukan sinetron komedi situasi (sitcom), karena unsurnya adalah drama kehidupan para tokoh utama, yang secara tetap muncul sebagai "outline" sebuah cerita sesuai pertumbuhan karakternya. Selain itu, setiap cerita digali dari kenyataan substantif dalam masyarakat agar tidak menjadi sekedar tayangan hiburan semata. "Dengan cara ini. masyarakat diharapkan tidak lagi memandang tayangan hiburan di televisi sebagai sarana untuk melepas persoalan atau melarikan diri dari kenyataan keseharian yang pahit dan menegangkan, tetapi sebagai sebuah tontonan yang bermanfaat," katanya. Sebagai tayangan serial lepas, setiap episodenya memiliki tema sendiri-sendiri. Episode perdana bertajuk ?Calon Wakil Rakyat? mengangkat cerita tentang Caleg (Calon Legislatif) tingkat Nasional asal Jakarta, dari Dapil (Daerah Pilihan) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan pengambilan gambar sudah dilakukan sejak 3 Pebruari 2009. Didukung penulis cerita Sunardian Wirodono dan sutradara Dies Krisdiono, sinetron tersebut dibintangi oleh Wieke Widowati sebagai Bu Dhenok, Djenar Mahesa Ayu (Jeng Dhanti), Eddie Karsito (Sugeng), Butet Kertarejasa (Caleg), M Komarudin (Warso), Oke Bayu Aji (Gendut), Daniel Gultom (Sitor), dan Susilo Nugroho (Slamet). Ketika ditanyakan tentang stasiun televisi yang akan menayangkan sinetron tersebut, Bertha mengatakan dirinya saat ini hanya ingin menunjukkan keseriusan dalam membuat tayangan yang baik dan bermanfaat. "Soal stasiun mana yang akan menayangkan, saya belum memikirkannya," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009