Masalah kerusakan lingkungan di Indonesia sudah dalam tahap memprihatinkan seharusnya menjadi tantangan Indonesia untuk mengembangkan bioteknologi, kata Direktur Pusat Riset Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Bambang Prasetyo pada Workshop dan Diskusi Bioteknologi di kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung seperti ditulis dalam website universitas itu, Rabu.
"Di Indonesia, kecenderungan yang terjadi jika pada musim kemarau, kering, sementara ketika musim hujan, banjir. Ini merupakan tantangan bagi kita untuk menerapkan bioteknologi, sehingga mampu mengembangkan produk yang ramah lingkungan," kata Prof. Bambang yang juga Ketua Konsorsium Bioteknologi Indonesia.
Bioteknologi yang berpotensi dikembangkan di Indonesia meliputi bioteknologi pertanian, farmasi dan kesehatan, industri (bioproses), lingkungan, dan kelautan. Prof. Bambang yakin, apabila jeli melihat pasar akan ada peluang-peluang, terutama yang berkaitan dengan obat.
Kepada perguruan tinggi yang mengembangkan program studi bioteknologi dipesankan perlu adanya pendidikan yang terarah, infrastruktur yang mendukung, dunia usaha atau industri yang efisien, serta mengembangkan terus inovasi.
Faktor kunci pendukung inovasi adalah bergabung dengan "centralize" yang memiliki alat-alat laboratorium yang lengkap. "Jadi, tidak harus membeli satu per satu alat yang mahal," katanya.
Dikatakan ketertinggalan Indonesia dalam pengembangan bioteknologi, karena keterlambatan bisa meyakinkan para petinggi negara untuk menyatukan sumber daya alam yang ada dengan ilmu pengetahuan.
"Untungnya saat ini pemerintah kita sudah memiliki kesadaran akan pentingnya penyatuan itu, namun justru kalangan ilmuwan kewalahan," kata Prof Bambang mengutip pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada suatu kesempatan.
Indonesia memiliki Sumber Daya Alam (SDA) melimpah sehingga dapat dikatakan tidak ada yang tak ada di Indonesia, begitu juga potensi fotosintesis yaitu tumbuhan hijau di Indonesia tiga kali lebih besar dari negara empat musim. "Namun uniknya, Indonesia masih saja mengimpor daging sapi," katanya.
"Seorang petinggi dari Iran pernah bertanya pada saya dengan heran, mengapa Indonesia dengan kekayaan pepohonan hijau masih mengimpor daging sapi. Sementara negara Iran yang justru kering kerontang dapat mengekspor daging," kata Prof. Bambang.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009