Surabaya (ANTARA News) - Vice President PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Andi Darussalam menyatakan pihaknya tak sanggup mengangsur pembayaran sisa ganti rugi korban lumpur sesuai kesepakatan yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Presiden pada 3 Desember 2008 yakni angsuran Rp30 juta per-bulan/orang.

"Saya tak memungkiri kalau ada kesepakatan 3 Desember 2008 itu, tapi kalau kita diminta memenuhi kesepakatan itu, maka kita sebagai pelaksana mempunyai batas kemampuan. Saya akan laporkan ke pimpinan di Jakarta," katanya dalam pertemuan dengan tujuh perwakilan korban lumpur Lapindo di kantor PT MLJ, Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya, Rabu.

Dalam dialog yang berlangsung di sela-sela aksi demonstrasi ribuan korban lumpur Lapindo yang tergabung dalam Tim 16 itu, tujuh perwakilan korban lumpur yang hadir adalah Koes Soelaksono, Anang, Edwin, Amin, Irwanto, Dodik, dan Wisnu.

Pertemuan juga disaksikan pejabat dari Polda Jatim, Polwiltabes Surabaya, dan Polresta Surabaya Utara. Kesepakatan antara Nirwan Bakrie dan perwakilan korban lumpur yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Presiden pada 3 Desember 2008 antara lain Lapindo melalui MLJ akan membayar kekurangan sisa ganti rugi korban lumpur dengan mengangsur Rp30 juta per-bulan dan memberi bantuan uang kontrak Rp2,5 juta per-orang.

Menurut Andi, angsuran yang telah dibayarkan sesuai kemampuan, di antaranya ada korban yang menerima Rp30 juta, Rp45 juta, dan Rp60 juta. "Jadi, ada proses yang berjalan, meski ada proses yang nggak berjalan. Ada 100 lebih korban yang menerimanya. Kalau memang di luar kemampuan, saya minta maaf," katanya.

Meski demikian, pihaknya berjanji akan tetap memenuhi komitmen terkait penanggulangan lumpur Sidoarjo. "Kami berjanji akan tetap membayar sisa pembayaran ganti rugi kepada korban lumpur," katanya.

Dalam pertemuan itu terungkap bahwa alasan ketidakmampuan MLJ antara lain terpaan krisis global sehingga berpengaruh pada kondisi keuangan MLJ, sedangkan batas kemampuan yang mungkin dibayarkan MLJ adalah angsuran Rp15 juta per-bulan dan bukan angsuran Rp30 juta per-bulan.

Menanggapi jawaban itu, salah seorang perwakilan korban lumpur Lapindo, Koes Soelaksono, menyatakan kesepakatan 3 Desember 2008 itu dibuat bos Lapindo, Nirwan Bakrie, sehingga tidak mungkin hal itu dilakukan di luar kemampuan Lapindo, apalagi disaksikan presiden.

"Kalau dikatakan ada yang menerima memang ya, tapi hanya sebagian kecil, karena korban lumpur dari Perum TAS I saja mencapai 3.000-an orang. Kalau seluruhnya mencapai 12.886 orang, sehingga MLJ tidak hanya membayar Rp30 juta, Rp45 juta atau Rp60 juta, tapi jatuh tempo yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp194 miliar," katanya.

Oleh karena itu, katanya, pihaknya menolak negosiasi berupa pembayaran angsuran hanya Rp15 juta/bulan/orang. "Kalau MLJ ingin nego, saya kira tidak ada perkembangan apa-apa, karena itu kami minta pertanggungjawaban pemerintah untuk memenuhi kesepakatan 3 Desember 2008," katanya.

Pertemuan tanpa hasil itu akhirnya dilaporkan Koes Soelaksono kepada ribuan korban lumpur yang membuat sebagian korban lumpur terlihat marah dan sempat meminta Andi Darussalam untuk turun menemui massa.

Namun, Koes Soelaksono mengingatkan massa untuk tetap tenang, karena perjuangan masih panjang dan membutuhkan banyak energi. "Saya akan konsolidasi dengan rekan-rekan koordinator pada setiap RT/RW untuk kemungkinan ke Jakarta lagi," katanya, disambut teriakan "ya" oleh massa.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009