Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pemerintah Malaysia punya cara lain membungkam kebebasan pers yakni dengan merampas koran oposisi "Suara Keadilan" milik PKR (Partai Keadilan Rakyat) dan koran "Harakah" milik PAS (partai Islam Se-Malaysia) di seluruh negara bagian, terkait dengan konflik, perebutan dan peralihan kekuasaan di negara bagian Perak.
Juru bicara PKR Tian Chua mengatakan, di Kuala Lumpur, Rabu, sekitar 10.000 hingga 20.000 koran Suara Keadilan dengan laporan utama "Perak Cabar SPR ke Mahkamah" dirampas oleh kementerian dalam negeri (KDN) di seluruh negara dari sirkulasinya yang mencapai 150.000 eksemplar.
Menurut seorang staf pemasaran Suara Keadilan, KDN telah merampas sedikitnya 10 lokasi di tiap kota, termasuk di batu Pahat - Johor Bahru, Ampang Kuala Lumpur, dan Kuching - Sarawak.
KDN telah memberikan surat peringatan kepada para pengedar untuk tidak menjual koran Suara Keadilan.
Begitu pula dengan koran Harakah. KDN telah merampas koran Harakah dari para pengedarnya di seluruh negara bagian, khususnya Perak, Kedah dan Selangor karena laporan utama koran ini juga mengungkapkan gejolak politik di Perak.
Ketua Penerangan PAS Mahfuz Omar menilai langkah KDN ini telah menodai prinsip demokrasi. Ia kesal karena harian besar di Malaysia yang dikuasai BN telah memutarbalikan fakta untuk semata-mata mengelabui rakyat.
Harian-harian utama di Malaysia menggambarkan menteri besar (gubernur) Perak Mohd Nizar Jamaluddin dari PAS (oposisi) sebagai durhaka karena melawan Sultan Perak Azlan Shah yang melantik menteri besar Perak baru Zambry Abdul Kadir dari Barisan Nasional, tetapi ketika UMNO mempersoalkan perlantikan Menteri Besar di Terengganu dan Perlis tidak dikatakan sebagai langkah durhaka.
Sementara itu, pejabat pengawasan penerbitan dan teks al-Quran KDN, Che Din Yusoh, membenarkan bahwa kementeriannya telah merampas PKR dan PAS edisi terbaru di seluruh negara. Alasannya, ijin penerbitan Suara Keadilan dan Harakah adalah untuk anggota tapi diperjualbelikan kepada umum.
Pemerintah Malaysia biasanya mencabut ijin penerbitannya atau tidak memperpanjang ijin penerbitan untuk "membungkam" koran oposisi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009