Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, tidak masalah jika memang masyarakat Yogyakarta menginginkannya sebagai panutan dan menjadi pamong budaya.

"Bagi saya tidak apa-apa. Semua itu terserah mereka," katanya di Yogyakarta, Selasa, menanggapi pernyataan sikap sekelompok masyarakat yang menamakan diri Pamong Budaya Nusantara yang minta masyarakat untuk memposisikan Sultan sebagai panutan dan pamong budaya.

Namun, menurut dia, yang perlu menjadi perhatian masyarakat adalah ikut berpolitik praktis bukan berarti meninggalkan budaya, karena berpolitik itu juga menggunakan budaya. Jadi, budaya tidak hanya sebatas tari-tarian.

"Kita berperilaku dan berbicara itu juga salah satu bentuk budaya. Jadi, budaya jangan diartikan secara sempit, misalnya hanya sebatas tari-tarian," kata Sultan yang telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden (capres) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009.

Pamong Budaya Nusantara dalam pernyataan sikapnya menyerukan kepada rakyat Yogyakarta untuk memposisikan Sultan Hamengku Buwono X sebagai panutan, pengikat kemajemukan masyarakat daerah ini yang sudah lama terbentuk, dan menjadi pamong budaya masyarakat Yogyakarta.

"Kami juga minta para aktor politik jangan mengeksploitasi Sultan Hamengku Buwono X untuk kepentingan sesaat," kata salah seorang pengurus Pamong Budaya Nusantara, Heniey Astiyanto saat membacakan pernyataan sikap pada deklarasi perkumpulan tersebut.

Ia mengatakan, Pamong Budaya Nusantara yang merupakan sebuah forum atau perkumpulan yang memiliki konsentrasi kerja pada bidang lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya itu juga minta kepada semua pihak agar mengembalikan budaya sebagai perekat kemajemukan masyarakat.

Selain itu, juga mengembalikan budaya sebagai pilar pembangunan bangsa, dan tetap menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Menurut dia, pernyataan sikap itu didasari pertimbangan bahwa suhu politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) makin panas. Pilihan yang berbeda membuat gesekan antarmasyarakat semakin terasa, sehingga letupan konflik horizontal akan terjadi di mana-mana.

Situasi seperti itu diperkirakan akan meningkat menjelang Pemilu legislatif dan Pilpres. Apalagi banyak partai politik (parpol) yang misi dan visinya beragam, sehingga dikhawatirkan akan mencabik-cabik semangat pluralisme di masyarakat.

"Sehubungan dengan hal itu, eksistensi Yogyakarta sebagai taman sari budaya dunia tidak boleh dirusak dan dinodai oleh kepentingan politik praktis. Selain itu, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan perlu dijaga eksistensinya," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009