Jakarta (ANTARA News) - Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan segera memeriksa perusahaan pemenang lelang pengadaan surat suara yang diduga milik salah seorang calon legislatif DPR RI.
Anggota KPU Endang Sulastri di Jakarta Selasa mengatakan, ia baru menerima laporan dugaan keterlibatan Caleg dengan perusahaan percetakan itu dari anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun laporan tersebut masih bersifat informal.
"Saya minta pada sekretariat jenderal untuk meneliti administrasi (perusahaan pemenang lelang)," katanya.
Anggota Bawaslu Agustiani Tio FS sebelumnya mengemukakan dugaan keterlibatan caleg dari Partai Merdeka dengan perusahaan percetakan yang tergabung dengan konsorsium CV. Ganeca Exact Bandung, yakni PT. Wihani Grafindo.
Menurut Endang wajar jika Bawaslu khawatir hubungan antara Caleg dengan perusahaan percetakan itu dimanfaatkan demi kepentingan pribadi Caleg tersebut.
Menurut dia, pihaknya akan memperhatikan laporan itu dan memperketat pengawasan produksi dan distribusi surat suara disetiap perusahaan.
"Kita juga minta semua orang yang lalu-lalang ke perusahaan diawasi. Bawaslu juga harus mengawasi secara proaktif. Sehingga bila perusahaan itu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan undang-undang maka dapat ditindaklanjuti," katanya.
Sementara itu, ditemui terpisah, anggota KPU Andi Nurpati mengatakan dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang pengadaan logistik pemilu tidak mengatur larangan bagi perusahaan pencetakan untuk mengikuti lelang jika salah satu pemiliknya adalah calon anggota legislatif.
"Setahu saya tidak ada larangan selama mereka mengikuti prosedur lelang seperti yang diatur dalam Kepres 80/2003," katanya.
Meski tidak ada peraturan yang melarang, Andi mengatakan Caleg yang bersangkutan berkewajiban menjaga kode etik, demikian pula perusahaan yang telah terikat kontrak kerja.
"Integritas yang bersangkutan harus dijaga," katanya.
Perusahaan pencetakan dilarang melakukan perubahan atas surat suara. Jika perusahaan melakukan perubahan baik isi maupun jumlah yang harus dicetak, maka dapat dipidana.
"KPU melakukan validasi rancangan surat suara sebanyak 3 rangkap. Satu rangkap akan diserahkan ke percetakan untuk dicetak dan sisanya disimpan oleh KPU," katanya.
Dengan demikian, KPU memiliki bukti jika perusahaan pencetakan melakukan perubahan maupun kesalahan dalam mencetak surat suara.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009