Pekanbaru (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan bahwa pembuat dan penyebar hoaks mengenai kemunculan harimau sumatera di Kabupaten Pelalawan harus ditindak karena telah menimbulkan keresahan warga.
"Seluruh aktivitas pembuatan dan penyebaran berita hoaks yang meresahkan masyarakat merupakan tindak kejahatan yang akan diproses berdasarkan konsekuensi hukum yang berlaku," kata Kepala BBKSDA Riau Suharyono di Pekanbaru, Jumat.
Kasus pembuatan dan penyebaran hoaks soal kemunculan harimau tersebut, menurut dia, sudah dalam penanganan Polsek Pangkalan Kuras.
BBKSDA Riau sudah memastikan bahwa kabar mengenai kemunculan harimau sumatera di konsesi perusahaan PT Surya Bratasena Plantation (SBP) di Kabupaten Pelalawan adalah hoaks.
"Setelah dilakukan investigasi yang lebih mendalam, tim menemukan fakta bahwa berita atau laporan terkait kemunculan satwa HS di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan adalah tidak benar, hoaks," kata Suharyono.
Menurut dia, tim BBKSDA Riau tidak menemukan indikasi keberadaan harimau di sekitar areal perusahaan tersebut.
Tim sudah mengecek High Conservation Value SBP setelah seorang warga bernama Syawal mengaku berjumpa dengan harimau di tempat itu dan menunjukkan foto penampakan harimau di lokasi tersebut.
Setelah mengecek dan menganalisis jejak yang ditunjukkan oleh Syawal di lokasi itu, tim BBKSDA menyimpulkan bahwa jejak itu bukan jejak harimau. "Jari depan berjumlah lima dan telapak kaki lebar dengan ukuran panjang 19 cm dan lebar 18 cm," kata Suharyono.
Menurut dia, foto penampakan harimau yang ditunjukkan Syawal merupakan editan dari video penampakan harimau di Taman Nasional Zamrud.
Setelah diinterogasi di kantor Polsek Pangkalan Kuras, Syawal mengakui bahwa informasi yang dia sampaikan bohong.
Suharyono meminta warga tidak membuat dan menyebarkan berita bohong mengenai satwa liar yang dapat meresahkan masyarakat.
"Selain itu masyarakat jangan mudah terpancing oleh pemberitaan yang belum valid kebenarannya," katanya.
Pembuat dan penyebar hoaks bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal 45A ayat 1 dalam undang-undang itu menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Baca juga:
BBKSDA Riau pastikan video dan foto konflik harimau mayoritas hoaks
Berita harimau sumatera berkeliaran di Duri ternyata hoaks
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020