Jakarta (ANTARA News) - Praktik korupsi, lemahnya penegakan hukum, ketersediaan sumber daya manusia yang bersih dan profesional, tingkat pengangguran, volatilitas nilai tukar rupiah dinilai akan hambat pertumbuhan ekonomi tahun 2009.
Demikian survei Bank Indonesia terhadap persepsi pasar yang dipublikasikan di Jakarta, Selasa.
Survei dilakukan secara triwulanan dengan 100 orang responden terdiri atas ekonom, pengamat/peneliti ekonomi, analis pasar uang/modal serta akademisi, di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Bandar Lampung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Palembang, Denpasar, Banjarmasin, Makasar, Manado dan Kendari.
Selain masih berlangsungnya dampak resesi ekonomi global, faktor lain penghambat pertumbuhan yaitu penurunan kapasitas produksi, naiknya tingkat kemiskinan, situasi perburuhan yang belum kondusif, dan prosedur/perizinan investasi.
Sementara itu, pelaksanaan pemilu 2009 diperkirakan tidak akan memberikan resiko yang besar terhadap kondisi stabilitas politik nasional.
Sebanyak 29,4 persen responden memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 akan melambat dan pada rentang 4,5-5,0 persen atau relatif sama dengan rencana pemerintah untuk mengubah asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN-2009 menjadi 4,5-5,5 persen dari sebelumnya 6,0 persen.
Sebanyak 27,3 persen responden memperkirakan tingkat inflasi pada 2009 berada pada level 7,6-8,0 persen, lebih rendah dari realisasi inflasi 2008 yaitu 11,06 persen.
Perkiraan inflasi itu lebih tinggi dari target inflasi BI sebesar 4,5+1 persen dan asumsi makro APBN 2009 sebesar 6,2 persen.
Penurunan tekanan inflasi pada 2009 dipengaruhi antara lain berkurangnya tekanan "imported inflation" yang menyebabkan turunnya tekanan nilai tukar, minimalnya tekanan inflasi dari faktor kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan, serta terkendalinya ekspektasi inflasi.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan pada kisaran Rp10.501-11.000 per dolar AS atau terdepresiasi dibanding tahun sebelumnya, sejalan dengan rencana pemerintah mengubah asumsi nilai tukar pada APBN-2009 yang semula Rp9.400 per dolar AS menjadi Rp 11.000 per dolar AS.
Kondisi keuangan pemerintah (APBN) diperkirakan masih akan mengalami defisit.
Sebanyak 49,2 persen responden memperkirakan defisit fiskal akan berada pada kisaran 1,1-1,5 persen dari PDB pada tahun 2009.
Sebagai dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan harga komoditas internasional yang masih cenderung turun maka kinerja ekspor pada tahun 2009 diperkirakan akan menurun.
Sementara itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik membuat kebutuhan bahan baku impor mengalami penurunan sehingga impor barang diperkirakan akan terkena dampak yang lebih signifikan dibandingkan ekspor.
Dengan perkembangan tersebut, transaksi berjalan pada tahun 2009 diperkirakan mengalami defisit berkisar 0,1-1,5 persen dari PDB.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009