Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia akan kembali menegaskan posisinya atas situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki Israel dalam sidang ke-10 Dewan HAM PBB di Jenewa, 2-27 Maret 2009.

"Kita mempunya isu-isu prioritas (yang akan disampaikan dalam Sidang Dewan HAM), tentang posisi kita mengenai Palestina sudah pasti (akan menjadi prioritas)," kata Direktur Hukum dan HAM Departemen Luar Negeri Wiwiek Setyawati di Bogor, Senin.

Penyampaian sikap dan posisi Indonesia mengenai Palestina akan dilakukan dalam mata acara tujuh Sidang Dewan HAM yang secara khusus membahas situasi HAM di Palestina dan wilayah-wilayah terjajah lain di kawasan Timur Tengah.

Menurut Wiwiek, Indonesia memiliki kebijakan yang tegas mengenai isu Palestina dan sejak terbentuk Dewan HAM telah menyelenggarakan empat kali Sidang Khusus mengenai Palestina.

Keempat sidang itu, lanjut dia, adalah pada Juli 2006 dalam rangka membahas situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki atas usulan kelompok Arab, dan pada 10 November 2006 membahas situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki termasuk Gaza Utara dan Beit Hanoun akibat serangan Israel atas usulan kelompok Arab dan OKI.

Kemudian pada 22 Januari 2008 membahas situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki termasuk Gaza dan kota Nablus atas usulan Kuba yang mewakili GNB dan pada 9 Januari 2009 membahas situasi pelanggaran berat HAM di wilayah Palestina yang diduduki termasuk Jalur Gaza yang diajukan oleh Mesir atas nama kelompok Afrika, Pakistan atas nama OKI dan Kuba atas nama GNB.

"Setiap resolusi yang dihasilkan dalam sidang tersebut mengikat secara moral," katanya.

Selain mengenai sikap dan posisi mengenai Palestina, Pemerintah Indonesia juga akan menyampaikan perkembangan upaya penegakan HAM di Indonesia, pembahasan pengkajian Deklarasi Durban dan pemenuhan hak-hak sipil.

"Dalam konteks penegakan HAM akan dibahas dalam mata acara lima yang secara khusus membahas mengenai badan-badan dan mekanisme-mekanisme HAM," kata Kepala Seksi Mekanisme Hak Sipil dan Politik sub Direktorat Hak-Hak Sipil dan Politik Deplu Diana Emilla Sutikno.

Sedangkan pembahasan mengenai pengkajian Deklarasi Durban, lanjut dia, akan dilakukan dalam mata acara 9 tentang rasisme, diskriminasi rasial, xenophobia dan bentuk-bentuk intoleransi terkait lainnya, dan tindak lanjut serta implementasi Deklarasi dan Program Aksi Durban.

Sidang Dewan HAM terbagi dalam 10 mata acara, yaitu pembahasan mengenai isu-isu organisasi dan prosedural, laporan tahunan Komisaris Tinggi HAM PBB, pemajuan dan perlindungan seluruh HAM, situasi-situasi HAM yang membutuhkan perhatian Dewan, badan-badan dan mekanisme-mekanisme HAM, pengkajian umum berkala, situasi HAM di Palestina, tindak lanjut dan implementasi Deklarasi dan Program Aksi Wina, rasisme, diskriminasi rasil, xenophobia dan tindak lanjut serta implementasi Deklarasi dan Program Aksi Durban, serta bantuan teknis dan penguatan kapasitas.

Dalam sidang reguler ke-10 Dewan HAM, 2-27 Maret 2009, delegasi RI direncanakan terdiri dari unsur-unsur Deplu, Dephukham, Kemenko Polhukam, Kemenko Kesra, Kejagung, Depdagri, Mabes Polri, Bareskrim, Mabes TNI, Depsos, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Departemen Agama, Depnakertrans, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Pemprov Papua, Pemprov Kalimantan Barat, dan Pemprov NAD.

Menurut Wiwiek, partisipasi segenap unsur pemerintah terkait pada Sidang Dewan HAM disesuaikan dengan isu-isu tematis HAM yang akan dibahas oleh Dewan HAM sejalan dengan prinsip bahwa agenda pemajuan dan perlindungan HAM merupakan agenda nasional yang menjadi tanggung jawab seluruh pelaku pembangunan nasional di bidang HAM.

"Dengan demikian kehadiran seluruh wakil instansi pemerintah terkait di bidang pemajuan dan perlindungan HAM melalui suatu proses bersama di Dewan HAM ini diharapkan akan mempercepat penyesuaian perundang-undangan, kebijakan dan praktek nasional dengan nilai-nilai universal HAM yang berlaku," kata Wiwiek.

Dewan HAM yang dibentuk pada 15 Maret 2006 untuk menggantikan Komisi HAM PBB adalah badan subsider di bawah Majelis Umum PBB yang bersidang tiga kali dalam setahun (Maret, Juni dan September) dan dapat melakukan sidang khusus kapan saja diperlukan. Setiap sidang diikuti oleh 47 negara anggota dan 146 negara peninjau. Keanggotaan Indonesia di Badan HAM akan berakhir pada 2010.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009