Hendra (41), salah seorang pedagang pengecer premium dan solar di Kayuagung, OKI, Minggu, mengaku, tingginya harga kedua jenis BBM tersebut disebabkan pedagang harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk membelinya.
Ia menjelaskan, membeli premium di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di sana seharga Rp4.500 per liter, sedangkan solar Rp4.300 per liter. Tetapi Hendra juga harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp10 ribu untuk uang tips kepada karyawan SPBU, karena kalau tidak diberi, tidak akan dilayani membeli BBM dalam jumlah besar dengan menggunakan jerigen.
"Belum lagi ongkos membawa premium dan solar dari SPBU ke rumah. Biasanya saya mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp10 ribu lagi," ujar dia pula.
Kendati harga BBM yang dijual Hendra lebih mahal, warga OKI sebagian besar lebih suka membeli premium dan solar melalui pedagang pengecer, mengingat untuk membeli di SPBU antreannya sering panjang dan stok BBM terkadang habis.
"SPBU buka pukul 09.00 WIB dan dua jam kemudian stok BBM itu biasanya sudah habis," keluh Lukman, warga Jl Letnan M Yusuf Singadekane, Kayuagung, OKI.
Selain alasan itu, minimnya jumlah SPBU di OKI juga menjadi alasan warga lebih suka membeli premium dan solar dari pedagang pengecer.
Seingat Lukman, jumlah SPBU di Kayuagung, Ibukota Kabupaten OKI hanya ada dua unit, sedangkan di Kecamatan Tanjung Raja ada satu unit.
"Jarak antara yang satu dengan lainnya sangat jauh, sehingga warga malas mau ke sana," kata dia lagi.
Senada dengan Lukman, Berli (34), warga Kayuagung lainnya juga mengakui kalau harga premium dan solar di tingkat pengecer jauh lebih mahal ketimbang di SPBU.
Berli dan Lukman berharap, pemerintah melalui instansi terkait segera mencari investor agar mau membangun SPBU baru di OKI.
Selain itu, SPBU "bandel" yang suka menjual BBM kepada pedagang pengecer juga harus ditertibkan, sehingga tidak ada lagi antrean pembelian yang panjang di SPBU.
"Stoknya juga jadi tidak cepat habis," kata dia pula.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009