Munich, Jerman (ANTARA News) - Presiden Afghanistan Hamid Karzai hari Minggu menyerukan proses rekonsiliasi dengan Taliban dan mendesak pasukan asing di negaranya berbuat lebih banyak untuk mencegah jatuhnya korban sipil.

Dengan semakin dekatnya waktu pemilihan umum pada Agustus, Karzai juga membantah bahwa Afghanistan telah menjadi sebuah negara narkoba atau negara yang gagal dan menekankan kemajuan besar telah dicapai dalam tujuh tahun terakhir.
"Ini waktu yang tepat bagi saya untuk menyerukan proses rekonsiliasi," katanya pada konferensi keamanan di Jerman, yang dihadiri oleh para pejabat tinggi AS dan Eropa.

"Kami akan mengundang semua Taliban yang tidak menjadi bagian dari Al-Qaeda, yang tidak menjadi bagian dari jaringan teroris, yang ingin kembali ke negara mereka, yang ingin hidup dengan konstitusi Afghanistan dan ingin menjalani kehidupan normal, untuk mengambil bagian, kembali ke negara mereka," katanya, seperti dikutip AFP.

Karzai akan mencalonkan diri lagi dalam pemilihan presiden pada 20 Agustus, namun popularitasnya memudar di tengah tuduhan-tuduhan mengenai korupsi pemerintah, produksi ganja yang meningkat dan pemberontakan Taliban yang bahkan semakin kuat.

Negara-negara NATO dan sekutu mereka yang memerangi Taliban di Afghanistan memiliki reaksi yang berbeda mengenai usulan Karzai untuk berunding dengan Taliban, dan banyak dari mereka menyatakan menolak berunding dengan militan yang tangannya bernoda darah.

Karzai menyatakan pada November bahwa ia akan melindungi pemimpin gerilya Taliban Mullah Mohammad Omar sebagai imbalan atas perdamaian, tak peduli apakah mitra-mitra internasionalnya suka atau tidak.

Ia menekankan bahwa pemimpin garis keras yang diburu oleh AS itu harus menerima konstitusi Afghanistan, sebuah dokumen pro-demokrasi yang disusun setelah pasukan pimpinan AS menggulingkan Taliban pada 2001.

Orang kedua Taliban Ayman Al-Zawahiri telah menyatakan, upaya Afghanistan untuk berunding dengan kelompok gerilya tersebut menunjukkan kelemahan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan-serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom-bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Puluhan ribu prajurit koalisi pimpinan AS dan pasukan ISAF pimpinan NATO berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi Taliban dan gerilyawan Al-Qaeda sekutu mereka.

Tahun lalu Taliban meningkatkan serangan-serangannya di Afghanistan. Hampir 1.500 warga sipil termasuk diantara lebih dari 4.000 orang yang tewas dalam konflik di Afghanistan sepanjang tahun itu.

Peningkatan jumlah korban akibat kekerasan yang dilakukan Taliban di Afghanistan telah membuat sejumlah negara berencana melakukan pengurangan atau penarikan pasukan yang tergabung dalam ISAF pimpinan NATO.

Belasan prajurit internasional tewas di Afghanistan sepanjang tahun ini, sebagian besar akibat serangan-serangan gerilya, demikian menurut situs berita icasualties.org yang mencatat korban tewas di pihak pasukan asing di Afghanistan dan Irak.

Lebih dari 295 prajurit internasional tewas di Afghanistan tahun lalu dan tahun sebelumnya 230. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009