Bojonegoro (ANTARA News) - Pembebasan tanah Blok Cepu di Kecamatan Ngasem dan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur untuk keperluan berbagai fasilitas produksi migas Blok Cepu yang direncanakan seluas 650 hektare, tetap dilaksanakan.
"Pembebasan tanah kawasan Blok Cepu tetap jalan, kami terus melakukan negosiasi dengan warga pemilik tanah yang kami butuhkan untuk dibebaskan," kata Eskternal Relations Manager Mobil Cepu Limited (MCL), Deddy Afidick, Minggu.
Dia menjelaskan sesuai rencana, tanah Blok Cepu yang dibutuhkan di Kecamatan Ngasem dan Kalitidu yang akan dimanfaatkan bagi berbagai keperluan produksi migas Blok Cepu hingga perkantoran dan perumahan, seluruhnya seluas 650 hektare.
Tetapi, menurut dia, kebutuhan tanah tersebut akan menyesuaikan dengan kebutuhan minimal produksi, sehingga tidak tertutup kemungkinan luas lahan yang dibutuhkan bisa berkurang.
"Kami harus pandai-pandai mengatur tanah yang dibebaskan, kalau idealnya tanah seluas 650 hektare harus dalam satu kesatuan wilayah," katanya.
Ia mengatakan karena kondisi yang ada, pembebasan tanah sekarang tidak difokuskan pada satu kesatuan, tetapi bisa di lain tempat, asalkan bisa menunjang dan tidak menggangu operasional produksi migas Blok Cepu.
Dia mencontohkan perkantoran atau pemukiman karyawan tidak harus satu wilayah dalam lokasi fasilitas produksi.
Di sekitar lapangan Banyu Urip di Desa Mojodelik, Kecamatan Ngasem, sekarang ini sedang dalam proses verifikasi pembebasan tanah Blok Cepu seluas 50 hektare.
Pembebasan tanah itu atas permintaan masyarakat pemilik tanah. Mereka sendiri yang datang ke operator meminta tanahnya dibebaskan dan setuju tanahnya dijual.
Tanah yang dibebaskan tersebut, bisa dimanfaatkan untuk lokasi fasilitas produksi sebagai penunjang inti produksi minyak di lapangan Banyu Urip. "Sekarang sedang dalam tahap verifikasi, kalau harganya sekitar Rp80.000 per meter persegi," katanya.
Dia menilai, adanya masyarakat yang datang ke operator meminta tanahnya dibebaskan, itu menggambarkan bahwa dalam pembebasan tanah Blok Cepu menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Sebab, pada awal pembebasan tanah kawasan Blok Cepu sempat terjadi tarik menarik menyangkut harga, dan masyarakat sempat mematok harga hingga mencapai Rp200.000 per meter persegi, bahkan ada yang mencapai Rp1 juta per meter persegi.
Meski demikian, kata dia, kelancaran produksi minyak Banyu Urip, Blok Cepu sangat ditentukan dengan selesainya pembangunan berbagai fasilitas penunjang lainnya, mulai jaringan distribusi minyak dari Bojonegoro hingga di Tuban.
Termasuk juga pembangunan kilang mini yang menjadi satu kesatuan, baik untuk produksi awal sebanyak 20.000 barel per hari hingga produksi puncak 185.000 barel per hari.
Ditemui terpisah, seorang warga Desa Brabowan, Kecamatan Ngasem, Suparmo mengatakan dalam membebaskan tanah kawasan Blok Cepu, personel operator Blok Cepu terjun langsung mendatangi warga ke warga.
Tetapi dalam membebaskan tanah tersebut tercermin tidak ada kerja sama dengan pemerintah kabupaten (pemkab) dan pemerintah desa di Kecamatan Ngasem dan Kalitidu. "Kalau saya melihat pembebasan tanah Blok Cepu gagal, karena tidak bisa dilaksanakan serentak," katanya.
Dalam membebaskan tanah kawasan Blok Cepu sejak 2006 dilaksanakan operator bekerja sama dengan pemkab.
Dari alokasi anggaran sebesar Rp10,8 miliar yang masuk "cost recovery", sudah dicairkan sebesar Rp3,8 miliar, tetapi tersendat dan berujung munculnya masalah, kemudian diusut Kejaksaan Agung, karena diduga terjadi penyimpangan. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009