Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Bambang Tri Joko mengakui Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga 2014-2019 Imam Nahrawi pernah meminta tambahan biaya operasional untuk menteri.
"Saya dipanggil Pak Sesmen (Sekretaris Kemenpora), Pak Alfitra Salamm itu sekitar tahun 2015, jadi saat itu ada asprinya terdakwa, saudara Ulum barusan menghadap beliau dalam rangka keperluan kunjungan kerja (kunker) terdakwa karena menurut yang saya tangkap dari Pak Alfitra (dananya) kurang sehingga mereka minta tambahan," kata Bambang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Baca juga: Eks Menpora Imam Nahrawi: Siap-siap saja yang merasa terima dana KONI
Bambang bersaksi untuk mantan Menpora Imam Nahrawi yang didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dan gratifikasi Rp8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Tambahan biaya untuk kunker terdakwa menurut Pak Sesmen (Alfitra). Lalu saya katakan anggaran dari mana Pak karena kan kunker itu sudah ada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) itu sudah resmi, ada biaya dinas komponennya ada biaya penginapan, tiket, itu hitungannya lumpsum," ungkap Bambang.
Menurut Bambang, dengan perhitungan "lumpsum" (pembayaran tunggal) maka uang harian yang diterima Imam selaku Menpora adalah Rp350 ribu per hari.
"Di BAP No 12 saudara menjelaskan 'Bahwa sesungguhnya kunker Menpora sudah dianggarkan sebagaimana DIPA RKAKL Kemenpora sebesar Rp100 juta per bulannya terkait permintaan tambahan yang disampaikan Pak Ulum maupun Pak Sesmenpora Alfitra Salamm ataupun ke saya merupakan dana tambahan kerja yang diminta dari luar perjalanan resmi. Dukungan tambahan operasional diambil dari Satlak Prima', apakah benar," tanya jaksa.
Baca juga: Imam Nahrawi didakwa terima suap-gratifikasi Rp20,148 miliar
"Ya, jadi setiap menteri sudah dianggarkan sebulan Rp100 juta, tidak hanya terdakwa, tapi maksudnya perjalanan menteri, eselon satu pegawai sudah diatur uang harian itu, sudah ada dalam DIPA," jawab Bambang.
Bambang mengaku ia pun sudah mengatakan bahwa biaya perjalanan Menpora sudah ada dalam DIPA kepada Ulum. Namun Ulum mengatakan bahwa Imam selaku Menpora punya keperluan di daerah.
"Ada para pemuda Insan Pemuda, salah satu yang dibilang adalah itu untuk jamuan. Itu Ulum sampaikan," ungkap Bambang.
Bambang pun kembali dipanggil oleh Alfitra dan diputuskan uang tambahan akan diambil dari anggaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima)
"Yang memutuskan Pak Sesmen Alfitra Salamm selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), jadi kami hanya bertanya anggaran di mana dan menurut beliau anggaran sudah diputuskan," ungkap Bambang.
Menurut Bambang, jumlah anggaran yang diberikan setiap kunjungan Menpora adalah Rp50-75 juta.
"Jumlah itu yang diminta saudara Ulum kepada Pak Sesmen, tapi totalnya saya tidak tahu, tapi saya tidak tahu pertanggungjawabannya karena saya Juni 2016 sudah pensiun," ungkap Bambang.
Baca juga: Imam Nahrawi disebut rotasi pejabat yang tolak serahkan uang
Dalam dakwaan, Imam disebut menerima gratifikasi sebesar Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora RI. Pada 2015, Ulum menyampaikan kepada Sekretaris Kemenpora saat itu Alfitra Salamm mengenai keinginan Imam untuk disiapkan dana operasional tambahan untuk mendukung kegiatan perjalanan dinas Menpora RI yang berasal dari dana Satlak Prima.
Atas permintaan itu, Kepala biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Bambang Tri Joko lalu meminta Bendahara Pengeluaran Pembangu (BPP) Satlak Prima Lina Nurhasanah memberikan uang tambahan operasional kepada Imam.
Uang senilai total Rp4,948 miliar diberikan sebanyak 38 kali sejak 2015-2016 baik langsung diterima Ulum maupun melalui Sibli Nurjaman, Arief Susanto dan J Bambang yang digunakan antara lain untuk membayar tagihan kartu kredit Imam, perjalanan ke Melbourne, pembayaran tiket Masuk F1 rombongan Kemenpora pada 19-20 Maret 2016, membayar acara buka puasa, membayar tagihan pakaian Imam, hingga membayar tagihan kartu kredit Ulum.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020