Magelang (ANTARA News) - Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah mengembangkan muatan lokal (mulok) qurani dalam kurikulum pendidikan di berbagai pondok pesantren (ponpes) yang berada di bawah organisasi keagamaan itu. "Tim sudah dibentuk akhir tahun 2008 dan sekarang sedang menyiapkan untuk mendesain bagaimana kurikulum ponpes Muhammadiyah bisa merealisasi gagasan K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah,red) bahwa pendidikan yang tidak dikotomi," kata Ketua PWM Jateng, Marfuji Ali, di Magelang, Sabtu. Menurut dia, hingga saat ini pendidikan berada dalam dikotomi antarapendidikan islam dengan pendidikan umum. Padahal, kata Marfuji yang juga pengajar Fakultas Agama di Universitas Muhammadiyah Surakarta itu, ilmu berasal dari Allah SWT yang tidak bisa dipisahkan. Hingga saat ini, katanya, di seluruh Jateng terdapat sekitar 63 ponpes yang berada di bawah Muhammadiyah. Pada masa mendatang, katanya, diharapkan ponpes Muhammadiyah di setiap daerah menerapkan mulok qurani dalam kurikulum pendidikannya. Ia mengatakan, Ponpes Darul Iqsan di Sragen dan Ponpes Imam Suhodo di Sukoharjo sedang merintis penerapan kurikulum qurani "Otomatis akan dibuat kurikulum baku ponpes, setahap demi setahap, yang sudah jalan di Sragen dan Sukoharjo, akan kita evaluasi kemudian kita sesuaikan atau didesain ulang, kalau memang perlu ada perbaikan, dan nanti akan kita berlakukan di seluruh Jateng," katanya usai mendampingi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, mencanangkan Muhammadiyah "Boarding School" dan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Kampus Terpadu SD Muhammadiyah Plus "Sirojuddin", Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sebenarnya, katanya, mulok kurikulum ponpes yang qurani tetap mengajarkan pelajaran umum seperti matematika dan fisika. "Tetapi semuanya itu merupakan satu kaitan seperti misalnya fisika yang qurani, kalau orang bicara masalah energi seolah-olah hanya ada matahari, ada gunung, tapi bahwa ada energi yang tidak bisa dibaca manusia, ialah energi yang datang dari Allah SWT," katanya. Ia mengatakan, ponpes di bawah Muhammadiyah tetap mengacu kepada sistem pendidikan nasional. Tetapi, katanya, Muhammadiyah Jateng mengembangkan mulok dengan berciri khas islam sehingga terbangun pemahaman siswa secara integratif antara keilmuan dengan keislaman. Ia mengatakan, pengembangan mulok qurani relatif tidak gampang antara lain karena membutuhkan sumber daya manusia secara memadai untuk memenej berbagai muatan itu. "Namanya pendidikan tidak bisa sebagaimana orang membalik tangan, karena kita harus menyiapkan sumber daya insani yang mampu memenej muatan-muatan seperti itu di samping sarana prasarana yang juga penting," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009