Jakarta, 7/2 (ANTARA) - Indonesia Toxics Free Network menganggap DPR tidak mempedulikan keselamatan masyarakat karena menunda ratifikasi Konvensi Stockholm mengenai penghapusan penggunaan polutan organik persisten (POPs) pada produk yang sehari-hari digunakan manusia.

Penundaan ratifikasi Konvensi Stockholm menunjukanDPR tidak memahami dan mempedulikan bahayapenggunaan POPs yang berdampak buruk pada kesehatan tubuh manusia, kata Koordinator Indonesia Toxics Free Network Yuyun Ismawati dalam siaran persnya, Sabtu.

Penundaan ratifikasi membuat posisi Indonesia rentan menjadi tempat pembuangan sampah bahan-bahan POPs, ditandari dengan masuknya sampah-sampah elektronik, seperti komputer bekas melalui Batam dan Baubau.

Ia lalu mengilustrasikan kesepakatan ekonomi bilateral Indonesia-Jepang (EPA) telah menempatkan Indonesia sebagai tempat penampungan sampah bahan beracun dan berbahaya dari Jepang.

POPs adalah bahan kimia bersifat bioakumulasi dalam rantai makanan yang memungkinkan konsentrasi terbesar bahan kimia yang sulit terurai ada dalam tubuh manusia.

Kemudian, tubuh manusia terganggu keseimbangan hormonnya dan kesuburan pun menurun.

Zat berbahanya ini banyak ditemukan dalam pestisida yang digunakan untuk pertanian Indonesia.

Konvensi Stockholm menghimpun sejumlah zat alternatif yang lebih aman pengganti POPs dengan jenis dan penggunaan disesuaikan dengan kekhasan negara-negara.

Untuk itu, ia meminta DPR segera mengizinkan pemerintah untuk meratifikasi Konvensi Stockholm sebelum April 2009. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009