Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan optimismenya bahwa COVID-19 dapat dikendalikan setelah kasus infeksi virus corona baru mereda di sejumlah negara.
Dalam pernyataannya di laman resmi WHO pada 26 Februari 2020 yang dikutip Kamis, Tedros mengatakan bahwa 14 negara yang sebelumnya melaporkan kasus positif COVID-19 tidak melaporkan satu kasus baru pun selama lebih dari satu pekan terakhir.
Selain itu, menurut Tedros, sembilan negara yang melaporkan kasus positif COVID-19 sudah tidak melaporkan adanya kasus baru setelah lebih dari dua minggu. Kesembilan negara tersebut meliputi Belgia, Kamboja, Finlandia, India, Nepal, Filipina, Rusia, Sri Lanka, dan Swedia.
"Tapi itu tidak berarti bahwa kasus-kasus itu tidak bisa kembali lagi ke negara-negara tersebut. Tetapi, kasus-kasus yang terjadi sebelumnya telah dikendalikan," katanya.
Dia juga mengemukakan bahwa menurut tim gabungan antara WHO dan otoritas China epidemi COVID-19 telah mencapai puncak pada 23 Januari hingga 2 Februari 2020, dan kasus positif mulai mengalami penurunan sejak saat itu hingga sekarang.
Di samping itu, tim mendapati tidak ada perubahan signifikan dalam susunan genetik virus yang bisa menyebabkannya bermutasi. Tim mengungkapkan bahwa kebijakan yang diambil oleh otoritas China juga telah membantu menekan perkembangan virus.
Berdasarkan data dan fakta tersebut, Tedros meyakini bahwa virus COVID-19 bisa dikendalikan dengan melakukan cara-cara yang benar.
"Pesan kunci yang seharusnya memberi semua negara harapan, keberanian, dan kepercayaan diri adalah bahwa virus ini dapat dikendalikan," tegas Tedros.
Tedros mengatakan tujuan utama semua negara yang melaporkan kasus COVID-19 adalah mengendalikan penularan virus sebagaimana yang telah dilakukan oleh sembilan negara yang belum melaporkan kasus baru selama dua minggu. Dia meminta negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama, berusaha mengendalikannya.
Ia mengemukakan bahwa peningkatan kasus COVID-19 di luar China telah mendorong sejumlah media dan politisi mendesak pendeklarasian pandemi. Namun, menurut dia, pendeklarasian status pandemi mestinya tidak dilakukan tanpa analisis fakta secara hati-hati.
"Menggunakan kata pandemi secara sembarangan tidak mendatangkan manfaat nyata, tapi menimbulkan risiko nyata dalam hal memperbesar ketakutan dan stigma tidak perlu dan tidak bisa dibenarkan, dan melumpuhkan sistem," katanya.
"Jangan salah kira: Saya tidak menganggap remeh kegentingan situasi, atau potensinya menjadi pandemi, karena itu berpotensi," ia menambahkan.
Dia mengatakan bahwa upaya pengendalian terus dilakukan dan pemantauan epidemi dilakukan sepanjang waktu dengan melibatkan para ahli internal maupun eksternal.
"Saat ini kami tidak menyaksikan penularan virus intensif dan berlanjut dalam masyarakat, dan kami tidak menyaksikan keparahan penyakit atau kematian dalam skala besar," katanya.
Tedros juga meminta seluruh negara, yang melaporkan kasus COVID-19 maupun tidak, bersiap-siap mengantisipasi potensi pandemi. WHO telah menyiapkan perangkat bagi setiap negara untuk menghadapi itu.
Indonesia hingga saat ini belum mengonfirmasi kasus positif COVID-19. Pemerintah Indonesia sedang berupaya memulangkan warganya yang berada di Kapal Diamond Princess di Jepang, setelah membawa pulang 188 kru Kapal Dream World dari Selat Durian ke Tanah Air.
Sebanyak 188 kru Kapal World Dream akan menjalani observasi selama 14 hari di Pulau Sebaru Kecil, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Pemerintah Indonesia menyatakan sangat hati-hati dalam memulangkan warganya yang berada di Kapal Diamond Princess agar wilayah Indonesia tidak sampai episentrum baru virus COVID-19.
Baca juga:
WHO: Stigmatisasi bisa mempersulit pengendalian COVID-19
Menristek: Eijkman-Bio Farma bahas pengembangan vaksin corona
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020