Mataram (ANTARA News) - Pendukung mantan Wakil Gubernur (Wagub) Nusa Tenggara Barat (NTB), Drs H. B. Thamrin Rayes alias Bonyo, mengultimatum Kapolda NTB, Brigjen Polisi Surya Iskandar, agar segera membebaskan Bonyo dalam waktu 3 x 24 jam terhitung 6 Pebruari 2009.
Ultimatum itu disampaikan Ketua Presidium Forum Penyelamat Keadilan (FPK) NTB, Yudi Sudiyatna, SH yang didampingi sekretarisnya, Zammatur Rahili, SE, kepada wartawan di Mataram, Jumat.
"Kami tidak akan menjamin instabilitas keamanan di wilayah NTB jika Drs H.B. Thamrin Rayes tidak segera dikeluarkan dari ruang tahanan dalam 3 x 24 jam mulai hari ini," ujar Yudi.
FPK merupakan gabungan berbagai elemen organisasi kepemudaan di wilayah NTB seperti Pemuda Pancasila, KNPI, Amphibi, LBH Obor, Pemuda Hanura, Sapma PP, Patriot, HPNI, KSPSI, GNRI, LBHR, Insipda, Bhayangkara PP dan Yatofa.
Sementara Bonyo (mantan Wagub NTB periode 2003-2008) ditahan di ruang tahanan Mapolda NTB, pada Rabu (4/2) pukul 15.15 Wita, setelah empat jam lebih diperiksa sebagai tersangka di ruang Kepala Unit (Kanit) Dana Usaha Negara Direktorat Reskrim Polda NTB.
Status tersangka hingga penahanannya di ruang tahanan Mapolda NTB itu terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan tanah untuk perumahan anggota DPRD Sumbawa tahun 2003 bernilai Rp525 juta dengan perkiraan nilai kerugian negara sebesar Rp175 juta.
Saat itu, Bonyo menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumbawa sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Sumbawa karena bupatinya sedang mengikuti pendidikan Lemhanas selama enam bulan di Jakarta.
Dua tersangka lainnya dalam perkara dugaan korupsi dengan modus penggelembungan (mark up) harga pembelian tanah itu yakni Endang Andrianto (pimpinan proyek yang kini menjabat Sekwan DPRD Kabupaten Sumbawa Barat) dan Lala Intan Gemala (makelar tanah).
Ketiga tersangka dikemas dalam berkas perkara terpisah dan dua orang tersangka selain Bonyo lebih dulu ditahan penyidik Polda NTB dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram, sejak 4 Nopember 2008.
Yudi yang juga didampingi Koordinator Divisi Hukum FDK NTB, D.A. Malik, SH, dan belasan orang pengurus FPK lainnya mengatakan, sejumlah pihak sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap tokoh panutan mereka itu, namun belum juga disikapi Kapolda NTB.
"Kami pun sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan namun belum ada tanggapan, karena itu kami mengeluarkan ultimatum kepada Kapolda NTB," ujarnya.
FDK NTB malah menuding kebijakan penahanan mantan pejabat NTB itu lebih bernuasa kepentingan politis daripada manfaat penegakan hukum karena yang bersangkutan sangat kooperatif selama proses penyidikan kasus tersebut.
Bahkan, FDK NTB menilai upaya penyidik Polda NTB membuka kembali perkara yang sudah pernah ditutup penyidik Direktorat Reskrim Polda NTB tertanggal 25 Januari 2006, merupakan tindakan yang berindikasi mal praktek hukum.
"Penyidik Polda NTB sendiri yang pernah menyatakan bahwa dalam perkara itu Thamrin Rayes selaku ketua panitia pengadaan tanah tidak cukup unsur hukum untuk dijadikan tersangka hingga diterbitkan SP3, kini malah membuka kasus itu lagi dan mengaitkan dengan persoalan serupa," ujar Malik menambahkan.
Karena itu, FDK NTB memastikan jika ultimatum itu tidak digubris Kapolda NTB maka mereka tidak dapat menjamin instabilitas keamanan di wilayah NTB.
Instabilitas keamanan yang dimaksud yakni akan terjadi aksi massa besar-besaran di berbagai wilayah NTB, termasuk upaya pemblokiran aktivitas di pelabuhan laut Poto Tano, Pulau Sumbawa.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009