"Pengaturan dan perpajakan dalam omnibus law ini perlu mendukung, memfasilitasi, agar proses disrupsi ataupun transformasi digital dan otomatisasi, mendorong pembangunan ekonomi dan mengamankan penerimaan negara berjalan dengan baik," ujar Sri Adinin
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Periode 2015-2019 Sri Adiningsih memberikan sejumlah catatan untuk Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja terutama terkait digitalisasi dan dampaknya terhadap lapangan kerja.
"Pengaturan dan perpajakan dalam omnibus law ini perlu mendukung, memfasilitasi, agar proses disrupsi ataupun transformasi digital dan otomatisasi, mendorong pembangunan ekonomi dan mengamankan penerimaan negara berjalan dengan baik," ujar Sri Adiningsih, di Jakarta, Rabu malam.
Pertama, lanjut Sri menjelaskan, proses digitalisasi atau otomatisasi dunia usaha dalam meningkatkan produktivitas, diupayakan tidak menimbulkan keguncangan pada lapangan kerja.
"Ini sangat penting, karena hanya masalah waktu semua dunia usaha terdisrupsi dan akan menggunakan digitalisasi, online, sehingga bagaimana peraturan pemerintah pusat, pemerintah daerah dalam menyikapinya. Mengantisipasi supaya tidak menimbulkan guncangan," katanya pula.
Menurut ekonom senior dari Universitas Gadjah Mada ini, otomatisasi biasanya akan "memakan korban", salah satunya tenaga kerja.
Kendati demkian, ia mencontohkan Pemerintah Singapura yang memiliki skema untuk membantu perusahaan melakukan transformasi otomatisasi, termasuk dukungan pendanaan, keringanan pajak, dan berbagai fasilitas lainnya sehingga bisa berjalan tanpa mengguncang lapangan kerja dan juga perekonomian negara tersebut.
"Kita bisa belajar, paling tidak Singapura melakukan itu sudah cukup beberapa tahun dan nampaknya juga cukup berhasil," ujar Sri.
Baca juga: Rekson ajak buruh cermati isi RUU Cipta Kerja sebelum menolaknya
Kedua, katanya pula, pekerja lepas (gig) yang semakin banyak perlu mendapatkan dukungan dan jaminan kerja yang baik.
"Di Singapura, pemerintahnya juga mendukung dalam artian berbagai kebijakan supaya ada asuransi untuk security bagi "gig" yang jumlahnya makin banyak. Saya tidak tahu bagaimana memasukkannya di dalam UU Ciptaker, tapi mungkin itu ada perlu satu diantisipasi masuk di dalamnya," kata Sri lagi.
Ketiga, menurut Sri, perkembangan perusahaan rintisan (startup) perlu dukungan, fasilitas, pengaturan dan perpajakan yang berbeda, tidak sama seperti korporasi.
"Startup seperti yang dikatakan McKinsey, akan menciptakan 9 juta lapangan kerja dalam 10 tahun. Ini perlu didukung pengaturan dan perpajakan yang berbeda. Singapura dan China itu, mereka punya kebijakan khusus untuk startup sehingga banyak sekali yang berkembang," ujarnya.
Keempat, perlu pengaturan yang optimal dan mendukung perkembangan startup, aman dan nyaman bagi konsumen, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan penerimaan negara.
Baca juga: Menko Airlangga: RUU Cipta Kerja upaya wujudkan Indonesia maju
Kelima, pengembangan ekspor impor barang dan jasa platform online.
"Ke depan, ekspor impor mungkin tidak akan gelondongan lagi, kecuali untuk energi misalnya batu bara. Tapi untuk barang yang bisa dibeli ketengan seperti fesyen atau kosmetik, itu mungkin mereka akan bisa beli langsung dan sekarang pun juga mulai banyak yang beli langsung," kata Sri.
Terakhir, ia menekankan pentingnya memastikan keamanan data dan transaksi terjaga baik.
"Saya berharap omnibus law undang-undang yang sekarang ini tengah disiapkan oleh pemerintah dan nantinya akan dibahas bersama DPR, kita harap ini juga berjangka panjang. Bukan hanya mengatasi permasalahan yang kita hadapi, tapi juga antisipasi terhadap perubahan yang terjadi dan yang akan terjadi 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun yang akan datang," ujar Sri Adiningsih pula.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020