Relokasi menjadi pilihan karena sejumlah perumahan memang berada di bantaran yang cekung.
Jakarta (ANTARA) - Belum genap dua bulan sejak banjir dahsyat pada 1 Januari, musibah itu datang lagi di sejumlah perumahan di Kota Bekasi pada 25 Februari 2020.
Dampak banjir terdahulu baru saja di atasi dan belum beres betul, ternyata momok menakutkan itu menerpa lagi. Kendati di sebagian perumahan tidak sedahsyat 1 Januari, tapi dampaknya tetap relatif sama.
Mereka yang merasakan situasi itu termasuk warga yang bermukim di perumahan yang tak jauh dari Kali Bekasi. Salah satunya adalah ribuan warga Perumahan Pondok Gede Permai (PGP).
Genangan memang tidak setinggi lima meter seperti banjir terdahulu, tetapi jalan utama dan jalan di dalam perumahan terendam hingga setengah meter. Sedangkan di sebagian RT air sempat masuk rumah hingga sebetis dan sebagian lagi semata kaki orang dewasa.
Beruntung cepat surut sehingga banyak warga cukup bertahan di lantai dua. Berapapun tingginya, situasi seperti itu tetap mengkhawatirkan dan menakutkan mengingat gerimis berlangsung seharian.
Karena itu sebagian warga pun mengungsi ke Gedung Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pun demikian, kendaraan pribadi (jenis minibus dan sepeda motor) banyak diungsikan ke tempat lebih tinggi.
Dibanding awal tahun, banjir kali ini jauh lebih "melegakan". Bisa dibayangkan pada awal tahun air setinggi lima meter menyebabkan rumah satu lantai sampai tidak terlihat "wuwung" (atap), pada akhir Februari ini air sebetis.
Tetapi banjir bukan hanya soal tinggi-rendahnya genangan. Karena tinggi atau rendah genangan, daya rusaknya secara psikologis relatif sama, yakni rusaknya kenyamanan dan ketenangan
Dua Masalah
Entah sudah berapa kali perumahan-perumahan di bantaran Kali Bekasi dilanda banjir. Yang pasti setiap musim hujan adalah situasi yang menyedihkan.
Entah akan berapa kali lagi situasi seperti itu masih dirasakan ribuan warga. Yang pasti potensi kerawanan banjir demikian kasat mata karena lokasinya yang berada di bantaran kali.
Dengan lokasi di bantaran kali, potensi kerawanan itu berasal dari dua sumber masalah. Pertama, drainase yang kurang baik dan kedua, luapan air sungai.
Dalam kondisi seperti itu, hari-hari selama musim hujan itulah warga dihantui sergapan air dari drainase maupun luberan kali. Situasi tambah runyam kalau tanggul kalinya jebol.
Yang pasti hari-hari itulah jajaran pemerintah harus bekerja keras melakukan penanganan dampaknya sebagai wujud negara hadir di tengah nestapa warga.
Tapi sampai kapan? Tidak adakah solusi lebih komprehensif untuk menuntaskan masalah dari sebuah pekerjaan rutin yang selama ini begitu merepotkan ketika musim hujan?
Baca juga: Warga Kemang Selatan bagikan tips bertahan menghadapi banjir
Baca juga: Polda Metro beri pendampingan psikologis korban banjir Kelapa Gading
Baca juga: Soal banjir, Anies: Izinkan saya bekerja dengan warga terlebih dulu
Lebih Berat
Musim hujan kali ini terasa lebih berat. Bukan hanya curah hujannya terasa lebih lebat, tetapi juga intensitasnya lebih sering.
Itu artinya kerawanan banjir meningkat pula. Terbukti, belum dua bulan sudah dua kali terdampak banjir.
"Cukuplah sudah. Jangan sampai tiga kali," demikian doa dan harapan dari lubuk hati yang terdalam seorang warga.
Pemerintah Kota Bekasi tampaknya menyadari bahwa tidak sedikit kawasan permukiman di bantaran kali yang sering dilanda banjir. Karena itu, tanggap darurat dan mitigasi bencana dijalankan demi meminimalkan risiko.
Melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), peringatan dini disampaikan kepada warga lewat platform-platform komunikasi. Sebut saja pada 8 Februari 2020 disampaikan kenaikan permukaan air Kali Bekasi pada status Siaga I.
Peringatan dini itu khusus disampaikan kepada ribuan warga yang tinggal di perumahan dekat Kali Bekasi. Setidaknya ada 13 komplek perumahan di bantaran Kali Bekasi yang rawan banjir.
Bersyukur saat itu tidak terjadi banjir.Tetapi tanggal 25 Februari mimpi buruk kembali menjadi kenyataan.
Direlokasi
Persoalan banjir rutin di perumahan-perumahan itupun menjadi perhatian pemerintah pusat. Opsinya adalah relokasi.
Opsi itu disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono di Istana Kepresidenan di Jakarta pada Selasa (25/2). Opsi tersebut pernah disampaikan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo juga di Istana.
Kota Bekasi membutuhkan intervensi pemerintah pusat untuk mengatasi banjir di perumahan di sepanjang bantaran Kali Bekasi karena cakupan wilayahnya yang luas. Di samping itu, opsi relokasi telah pernah disampaikan wali kota ke warga tetapi ditolak oleh sebagian besar warga.
Karena ditolak sebagian besar warga, maka fokus yang semula akan ditangani adalah memperkuat tanggul. Tanggul diperkuat sehingga Kali Bekasi akan seperti Kanal Banjir Timur (KBT) di Jakarta Timur dan Kanal Banjir Barat (KBB) di Jakarta Barat.
Namun perkembangan terbaru, justru pemerintah pusat melalui Menteri PUPR lebih memilih relokasi seperti pernah ditawarkan wali kota kepada warga maupun diusulkan kepada Presiden Jokowi.
Relokasi itu akan menjadi bagian dari penyelesaian komprehensif terhadap Kali Bekasi dari hulu ke hilir. Karena itu nilainya akan besar, yakni Rp4,4 triliun.
"Bekasi membutuhkan sekitar Rp4,4 triliun untuk mengatasi banjir dari hulu ke hilir," kata Basuki.
Angka itu berdasarkan hitungan dari konsultan. Alokasi anggarannya untuk memperbaiki Kali Bekasi dari hulu sampai hilir termasuk membangun Bendungan Narogong dan Bendungan Bekasi.
Kali Bekasi merupakan perpaduan Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas di bagian atasnya. Keduanya mengalir dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Relokasi menjadi pilihan karena sejumlah perumahan memang berada di bantaran yang cekung. Karena itu akan selalu didatangi banjir mengingat sebelum dibangun perumahan, lokasi itu adalah persawahan dan rawa.
Untuk penyelesaian banjir yang komprehensif itu, Kementerian PUPR sudah miliki desainnya secara keseluruhan. Sekarang pada tahap value engineering yang dikerjakan konsultan.
Semua Rp4,4 triliun sedang di-review termasuk cost-nya tapi tahun ini akan dikerjakan menyeluruh. "Sekarang sudah enam kilometer yang siap dikerjakan, dari Kabupaten Bogor dengan Kota Bekasi, mudah-mudahan 2-3 tahun selesai," kata drumer "Elek Yo Band" Kabinet Indonesia Kerja itu.
Di alur bagian atas Kali Bekasi juga ada sejumlah perumahan, seperti Vila Nusa Indah yang juga daerah cekungan. Hanya saja bukan termasuk wilayah Kota Bekasi, tetapi Kabupaten Bogor.
Meski beda wilayah administrasi, tetapi masalahnya sama, yakni sama-sama berada di bantaran kali sehingga sering banjir dan masuk rencana permukiman yang harus direlokasi. Permukiman itu memang daerah cekungan yang semula rawa dan sawah yang terdapat galian C tapi dijadikan perumahan.
Basuki pun mendukung usul Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan Bupati Bogor Ade Yasin
agar ada relokasi masyarakat yang menempati perumahan-perumahan di bantaran kali di dua wilayah tersebut.
Namun karena tawaran relokasi pernah ditolak oleh sebagian besar warga, maka opsi dari Kementerian PUPR masih perlu dimusyawarahkan dengan warga.
Wali kota dan bupati diminta berdialog lagi dengan warga.
Kalau mau direlokasi, Kementerian PUPR akan menyiapkan rusun atau apartemen. Kalau warga mau pindah, maka lokasinya bisa dipakai untuk pengendalian banjir.
Kalimat yang pernah disampaikan wali kota Bekasi, lokasi itu akan dijadikan tandon air. Tandon air dalam kapasitas sangat besar dan luas adalah waduk.
Entah opsi mana yang akan disepakati pemerintah bersama warga atas rencana besar penyelesaian banjir yang lebih menyeluruh dari hulu ke hilir itu.
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020