Jakarta,  (ANTARA News) - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengungkapkan, sebagian besar daerah otonom baru hasil pemekaran gagal menyejahterakan masyarakat.

"Karena itu, sebaiknya memang dihentikan. Pemerintah harus tegas; selesai sampai di sini," katanya dalam dialektika demokarsi di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Diskusi juga menghadirkan Ketyua Panja Pemekaran Komisi II DPR Chozin Chumaidy dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.

Siti Zuhro mengemukakan, mencermati rentan kendali pemekaran wilayah yang begitu luas yang mengakibatkan pengendalian pemerintahan terhambat dan proses pembangunan juga tersendat akibat luasnya wilayah, sebenarnya pemekaran wilayah memang dibutuhkan masyarakat.

"Persoalannya, kebutuhan pemekaran itu kemudian diintervensi atau dikelola oleh elit-elit partai politik di daerah maupun di pusat serta calo-calo kekuasaan dan anggaran. Apalagi ada transaksi-trasaksi uang. Di samping itu, terjadi pengambilalihan kepentingan oleh elit partai politik," katanya.

"Kalau `grojokan`nya (kucurannya) besar, prosesnya cepat," kata Siti Zuhro  lalu mengatakan kucuran uang dalam proses pemekaran semakin menambah rumit persoalan.

Adanya transaksi-transaksi dalam proses pemekaran wilayah, menurut dia, semakin menjauhkan esensi dan kepentingan pemekaran. Pemekaran menjadi semakin jauh dari kebutuhan sebenarnya, yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Sejak 1998, jumlah daerah otonom baru di Indonesia meningkat dua kali lipat. Apabila jumlah tahun 1998 baru 230 kabupaten/kota, maka pada akhir 2008 sebanyak 477 kabupaten/kota.

"Jumlah itu memungkinkan sekali bertambah menjadi lebih banyak lagi karena usul pemekaran begitu banyak. tetapi dengan persoalan yang begitu krusial, sebaiknya seluruh proses pemekaran dihentikan dulu," katanya.

Dari kesejahteraan, pemekaran tidak banyak pengaruh bagi masyarakat. Bahkan masyarakat terbebani sehingga pemekaran tidak ada manfaatnya bagi masyarakat.

DPR dan pemerintah menyetujui begitu saja usulan pemekaran wilayah, padahal dibalik pemekaran itu sebenarnya terselubung kepentingan partai politik.

"Pemekaran yang telah dilakukan memang sangat membebani anggaran. Sebenarnya, tidak masalah membebani asalkan bermanfaat bagi amsyarakat, mampu meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah pelayanan publik," katanya.

Terkait kasus meninggalkan Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Azis Angkat di tengah aksi massa yang menuntut pembentukan Propinsi Tapanuli (Protap), dia mengemukakan, pemerintah dan DPR yang memproses pemekaran harus bertanggungjawab karena terlalu membiarkan adanya usul-usul pemekaran daerah. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009