Dalam sidang kasus pelarian IP (15) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Sudarsono mendakwa Sapta Wahyu (27) dengan dakwaan pasal 81 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan pasal 332 KUHPidana tentang melakukan hubungan badan dengan anak di bawah umur.
"Dakwaan ini berdasar hasil penyidikan di kepolisian. Jadi perkara ini bukan kasus trafficking," katanya usai sidang yang berlangsung tertutup itu.
Terdakwa selama ini terus menyangkal, jika hubungannya dengan siswi sebuah SMK di kawasan Wonocolo, Surabaya itu karena paksaan.
Berdasar hasil investigasi Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (KPPD), IP melakukan hubungan badan dengan Sapta dan beberapa temannya karena dipaksa oleh seorang familinya, Nita (28).
"IP juga memberikan keterangan seperti itu di Mapolsek Wonocolo, tapi penyidik tetap tidak mau mengarahkan kasus ini sebagai trafficking," kata Staf Divisi Pendampingan Korban Trafficking KPPD, Nur Lailiyah.
Menurut dia, kejadian itu bermula ketika IP bertengkar dengan orangtuanya, Darmaji, di rumah indekosnya di Wonocolo. Korban sempat dilempar sepatu oleh orangtuanya.
Karena diancam tak boleh pulang, Nita datang menolong korban. Setelah ganti baju di rumah Nita, korban dikenalkan dengan Sapta.
Sehari setelah perkenalan, Sapta menjemput korban di rumah Nita. Keduanya berboncangan sepeda motor menuju sebuah rumah di Kampung Warung Gedek, Siwalankerto, Surabaya.
Di rumah itu korban menjumpai empat gadis seusianya. Selang beberapa menit kemudian, korban dan Sapta menuju sebuah hotel di kawasan Demak, Surabaya.
Nita telah menunggu di hotel itu dan meminta IP untuk melayani keinginan Sapta dan tiga orang rekannya. "Kalau tidak mau, klien kami akan dibunuh, apalagi orangtuanya sudah tidak mau menerimanya," kata Lailiyah.
Setelah itu korban disekap di rumah indekos Sapta. "Sampai sepuluh hari klien kami disekap di tempat indekos Sapta," katanya.
Korban berhasil lolos dari sekapan setelah membohongi pelaku agar bersedia mengantarkannya ke rumah teman untuk menagih uang sebesar Rp250 ribu.
"Padahal yang dituju rumah bibinya. Di rumah bibinya itulah, korban mengadukan persoalan yang dihadapinya itu. Perkara ini sangat layak dikategorikan sebagai kasus trafficking," kata Lailiyah.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009