Singapura (ANTARA) - Seorang warga negara China yang mengidap virus corona dikenai tuntutan hukum oleh pihak berwenang Singapura karena diduga memberikan keterangan palsu soal riwayat keberadaannya di Singapura.
Ia terancam hukuman penjara selama enam bulan.
Singapura mendapat pujian internasional atas penanganan teliti yang diterapkan dalam menanggulangi virus, termasuk dengan mengerahkan penyelidik polisi dan kamera keamanan untuk membantu melacak para tersangka pembawa virus.
Singapura sejauh ini memastikan ada 91 kasus virus corona di negara pulau kaya itu, yang juga merupakan pusat penting keuangan dan transportasi di kawasan.
Kementerian kesehatan pada Rabu mengatakan telah menuntut seorang pria berusia 38 tahun dari Wuhan, kota di China tempat virus tersebut pertama kali muncul akhir tahun lalu.
Kementerian juga menuntut istrinya, yang menetap di Singapura, karena diduga memberikan informasi palsu kepada pihak berwenang soal pergerakan mereka saat pelacakan kontak dilangsungkan.
Baca juga: KBRI: 51 orang di Singapura sembuh dari Covid-19
Baca juga: Tinggi angka kasus corona di Singapura disebut wujud langkah proaktif
Sang suami sudah dipastikan tertular virus tersebut pada akhir Januari dan sejak itu sudah sembuh.
Sementara itu, sang istri sudah dikarantina karena melakukan kontak dekat dengan suaminya.
Menurut kementerian kesehatan, penyelidikan secara menyeluruh telah dilakukan untuk mengetahui secara pasti riwayat pergerakan suami-istri tersebut.
Keduanya dituntut "mengingat ada kemungkinan dampak serius yang ditimbulkan dari informasi yang salah ... juga risiko yang bisa mereka sebabkan terhadap kesehatan masyarakat".
Tuduhan berdasarkan Undang-Undang Penyakit Menular jarang muncul dan tuntutan tersebut merupakan kasus pertama yang dikeluarkan selama wabah virus corona di Singapura.
Orang yang pertama kali melanggar undang-undang tersebut bisa dikenai denda hingga 10.000 dolar Singapura (sekitar Rp99,7 juta) atau dipenjara selama enam bulan, atau dua-duanya.
Juga pada Rabu, Singapura mengatakan seorang pria berusia 45 tahun kehilangan status kependudukannya karena tidak mematuhi perintah tinggal di rumah selama 14 hari ketika dia kembali dari China.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pengamanan pelabuhan di Batam tergantung status COVID-19 di Singapura
Baca juga: Virus meningkat seiring resesi yang membayangi Singapura dan Jepang
Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020