Purwokerto, (ANTARA News) - Kegembiraan terpancar dari wajah pasangan Sunarto (45) dan Siti Santiasih (38), Selasa (13/1), setelah hakim Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah memutuskan jenis kelamin anaknya adalah laki-laki.
Selain itu, hakim juga memutuskan nama anak pasangan suami istri warga RT 01 RW 02 Kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan, Banyumas, tersebut berubah menjadi Mohammad Solehan.
Sunarto mengaku puas atas putusan tersebut karena anaknya tidak akan menemui permasalahan lagi dalam hal identitas.
"Kami akan segera mengurus surat-surat keterangan Aan (panggilan akrab Mohammad Solehan)," kata dia dengan air mata yang berlinang..
Sementara Siti Santiasih saat ditemui wartawan, enggan memberikan komentar terkait putusan tersebut. "Lega," kata dia sambil meneteskan air mata.
Aan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara ini terlahir dengan kelamin ganda meski alat vital laki-lakinya baru terlihat setelah dia diberi nama Solihatunnisa.
Untuk itu, orangtuanya mengajukan permohonan perubahan jenis kelamin dan penggantian nama anaknya yang kini telah berusia enam tahun menjadi Mohammad Solehan.
Dalam persidangan pertama yang digelar pada Selasa, 23 Desember 2008, Aan yang diapit kedua orangtuanya, tampak duduk tenang di depan hakim tunggal PN Purwokerto
Wajahnya tampak lugu dan tidak ada perasan takut meski baru pertama kali duduk dalam persidangan lantaran dia bukanlah terdakwa maupun saksi dalam sebuah kasus kriminalitas atau lainnya.
Hal itu dia lakukan demi legalitas statusnya sebagai seorang anak laki-laki seutuhnya.
Mungkin dalam dirinya, Aan mengatakan, "Jangan takut karena aku bukanlah anak perempuan. Namaku Mohammad Solehan, bukan Solihatunnisa, sehingga aku harus berani."
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum pemohon, Joko Sutanto menghadirkan tiga dari enam saksi yang telah disiapkan.
Joko juga memohon kepada hakim untuk membebaskan biaya perkara yang dibebankan kepada keluarga.
Saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut yakni Bidan Nunung Dunuriah Suparno, Ketua RT Iswan Sukardi, dan Kepala Kelurahan Karangklesem, Prabowo Santoso.
"Tiga saksi tersebut menyaksikan perkembangan Solihatunnisa dari lahir hingga saat ini," katanya.
Iswan Sukardi yang diberi kesempatan pertama, memberi kesaksian bahwa dia selaku ketua RT sangat mengenal pasangan Sunarto dan Siti Santiasih.
Bahkan, dia mengaku mengenal Aan sebagai seorang anak laki-laki karena tingkah laku dan kebiasaannya.
"Saya mengenal Aan sebagai anak laki-laki," kata Iswan.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala Kelurahan Karangklesem, Prabowo Santosa.
Menurut dia, sosok Aan lebih cenderung sebagai anak laki-laki meski dalam surat keterangan kelahiran tertulis perempuan dengan nama Solihatunnisa.
Sementara Bidan Nunung Dunuriah Suparno yang membantu persalinan Siti Santiasih, mengatakan, saat Solihatunnisa lahir diketahui berjenis kelamin perempuan.
"Namun 10 hari kemudian, mbah dukun bayi yang membantu persalinan melihat kemunculan alat kelamin laki-laki pada bayi tersebut," katanya.
Selain mendengarkan keterangan para saksi, dalam persidangan tersebut, hakim Dwi Winarko juga memeriksa beberapa surat-surat pendukung pengajuan permohonan pergantian kelamin antara lain surat keterangan kelahiran dan hasil pemeriksaan dokter dari RS Sardjito Yogyakarta.
Saat ditemui di luar ruang sidang, kuasa hukum pemohon, Joko Sutanto mengatakan, persidangan tersebut penting bagi Solihatunnisa demi memperoleh akte kelahiran dan surat-surat lainnya kelak setelah dewasa serta sah secara hukum.
"Mumpung masih kecil, sehingga hanya rapor sekolah yang diubah. Ini penting karena kalau sudah dewasa, ia harus membuat KTP, kemudian ada ijazah sekolah, dan sebagainya, sehingga semakin cepat perubahan ini dilegalkan secara hukum akan semakin baik," katanya.
Menurut dia, kliennya telah mempunyai bukti tertulis bahwa secara klinik sejak usia 2,5 bulan Solihatunnisa sudah berubah menjadi laki-laki.
"Yang mungkin agak sedikit berat yaitu saksi dari tokoh agama, kita belum tahu apakah perubahan ini diperbolehkan oleh agama atau tidak. Karena itu kita akan gandeng MUI Banyumas," katanya.
Ayah Aan, Sunarto mengatakan, anaknya telah menjalani dua kali operasi dan dinyatakan sebagai laki-laki oleh dokter.
"Bahkan, dalam keseharian, Aan bertingkah sebagai laki-laki," kata dia yang berprofesi sebagai tukang becak.
Sementara pada persidangan kedua, Selasa (6/1), kuasa hukum pemohon kembali menghadirkan tiga saksi yang merupakan saksi ahli untuk memberikan pendapatnya seputar hukum ganti kelamin tersebut.
Tiga saksi ahli tersebut masing-masing berasal dari kedokteran, psikolog, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Seorang saksi ahli dari kedokteran, Budi Setiawan mengatakan, Aan secara fisik memiliki alat kelamin laki-laki dan telah membentuk seperti anak laki-laki pada umumnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, di bawah alat kelamin yang ada saat ini, juga terdapat lubang mirip alat kelamin perempuan. Namun lubang tersebut kini sudah ditutup oleh tim dokter di RS Sardjito, Yogyakarta.
Menurut Budi, kasus yang menimpa Mohammad merupakan kasus dengan perbandingan 1:1000, yang disebabkan karena embrio bayi tidak terbentuk sempurna saat dalam kandungan."Apalagi dia terlahir prematur," katanya.
Selain itu, berdasarkan pemeriksaan, Aan tidak memiliki rahim dan berkromosom XY yang dimiliki laki-laki.
Saksi ahli dari psikologi, Suwarti mengatakan, berdasarkan observasi, Aan memiliki perilaku yang mengarah kepada sifat laki-kali dengan kegemaran bermain sepak bola dan suka ikut memancing bersama ayahnya.
Menurut dia, jenis kelamin Aan harus segera diputuskan agar tidak mengganggu kejiwaannya sehingga tidak terjadi bias perlakuan masyarakat terhadap kehidupan sosialnya.
Sementara saksi ahli dari MUI Kabupaten Banyumas, Attabiq Yusuf mengatakan, agama tidak mengenal konsepsi "banci" sehingga jenis kelamin Aan yang secara fisik laki-laki harus dipertegas agar hak dan kewajibannya jelas.
Setelah mempelajari fakta-fakta yang disajikan kuasa hukum pemohon dan mendengarkan keterangan para saksi, hakim Dwi Winarko dalam persidangan ketiga, Selasa (13/1), memutuskan bahwa jenis kelamin pemohon adalah laki-laki dan berganti nama menjadi Mohammad Solehan.
Selain itu, hakim juga memutuskan membebaskan biaya perkara dalam sidang permohonan perubahan jenis kelamin tersebut karena pemohon berasal dari keluarga tidak mampu.
Menurut hakim, putusan tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain fakta-fakta yang disajikan pemohon dan keterangan para saksi yang diajukan kuasa hukum pemohon, Joko Sutanto.
"Setelah menimbang dan mendengarkan keterangan saksi, hakim menyatakan, satu, pemohon berjenis kelamin laki-laki, dua, pemohon bernama Mohammad Solehan, dan tiga, biaya perkara nihil," kata hakim Dwi Winarko.
Putusan tersebut disambut tangis gembira oleh orangtua Mohammad Solehan, Sunarto dan Siti Santiasih.
Aan alias Mohammad Solehan yang lahir 19 September 2002, diketahui berjenis kelamin perempuan, sehingga dalam surat keterangan kelahiran disebutkan sebagai perempuan.
Namun selang 10 hari kemudian, dukun bayi yang membantu persalinan Siti Santiah melihat adanya munculnya alat kelamin laki-laki pada bayi tersebut.
Dalam perkembangannya, Aan memiliki dua alat kelamin sehingga dilakukan pemeriksaan secara medis di RS Sardjito Yogyakarta, dan diketahui kromosom Aan "XY" dan tidak memiliki rahim.
Pemerintah Kabupaten Banyumas pun turut memberi bantuan kepada keluarga Sunarto yang tergolong tidak mampu untuk melakukan operasi bagi Aan untuk pertama kalinya pada tahun 2004, yakni khitan yang sebelumnya selama dua tahun telah dilakukan penyuntikan hormon penumbuh alat vital laki-laki sekali dalam seminggu.
Operasi ke dua yang dijalani Aan dilaksanakan pada Maret 2008 yang ditujukan untuk menutup vagina.
Aan kini duduk di bangku kelas satu SD Negeri Karangklesem II Purwokerto. Dia merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara pasangan Sunarto dan Siti Santiasih itu.
Kedua kakaknya berjenis kelamin laki-laki, yakni Budi Haryono (20) dan Iksan Nur Hidayat (15). (*)
Oleh Oleh Sumarwoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009