Jakarta (ANTARA News) - Pelunasan utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh obligor yang ditangani Departemen Keuangan (Depkeu) baru mencapai Rp303 juta.

Anggota Tim Pengawas Penyelesaian BLBI DPR, Dradjad H. Wibowo di Jakarta, Rabu, menyebutkan, obligor Adisaputra Januardy dan James S. Januardy (PT Bank Namura Internusa) telah melunasi seluruh hutangnya pada Januari 2009 sebesar Rp303 juta ditambah biaya administrasi 10 persen Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

"Pelunasan baru sebesar Rp303 juta, yang lain baru berupa aset-aset," kata Dradjad.

Adisaputra Januardy dan James S. Januardy sudah melunasi seluruh hutangnya, namun belum dapat diterbitkan surat keterangan lunas (SKL) karena masih menunggu penyelesaian asset settlement. Saat ini Depkeu sudah menyiapkan penyelesaian asset settlement.

Adisaputra dan James Januardy merupakan satu dari empat obligor BLBI yang menyerahkan asset settlement. Obligor lainnya adalah Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multi Karsa), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), dan Atang Latief (Bank Bira).

Sementara obligor yang tidak menyerahkan asset settlement adalah Omar Putihrai (Bank Tamara), Lidia Mochtar (Bank Tamara), dan Agus Anwar (Bank Pelita Istismarat).

Obligor Marimutu Sinivashan tidak mengakui jumlah utang tanpa didukung data dan alasan yang sah. Namun yang bersangkutan bersedia menandatangani surat pernyataan yang isinya jika aset yang dilelang oleh Depkeu lebih tinggi dibandingkan dengan asset settlement yang diperhitungkan sebagai bagian pembayaran pemegang saham maka kelebihan itu menjadi hak negara.

Namun jika kurang, maka kekurangannya menjadi tanggung jawab obligor.

Obligor Ulung Bursa mengakui jumlah utang sebesar Rp424,66 miliar ditambah biaya administrasi 10 persen, dan bersedia membayar seluruh utang dengan cara menyerahkan aset baru namun ingin sebagai asset settlement seperti di BPPN.

Obligor Atang Latief tidak memenuhi panggilan Depkeu dan PUPN sudah menerbitkan surat paksa namun tidak diteruskan dengan penyitaan karena tidak terdapat agunan. Saham milik Atang Latief yang menjadi agunan obligor Lidia Muchtar sedang dalam perkara di pengadilan sehingga belum dapat dilakukan pelelangan.

Obligor Omar Putihrai mengakui jumlah hutang dan bersedia melunasi seluruh utang senilai Rp159,14 miliar ditambah biaya administrasi PUPN 10 persen pada Desember 2008 yang dituangkan dalam pernyataan bersama.

Namun pernyataan bersama itu tidak dapat dipenuhi karena investor/pemegang saham mayoritas yang tadinya akan mengambil alih agunan berupa saham tidak jadi karena pengaruh krisis.

Sebagai tindakatas hal itu, PUPN telah menerbitkan surat peringatan pernyataan bersama, surat paksa, penyitaan, dan surat perintah penjualan barang sitaan. Saat ini PUPN sudah mempersiapkan pelaksanaan pelelangan agunan berupa saham pada Februari 2009.

Obligor Lidia Mochtar tidak mengakui jumlah utang sehingga PUPN menerbitkan penetapan jumlah piutang negara, surat paksa, penyitaan, dan surat perintah penjualan barang sitaan.

Namun agunan berupa saham yang meskipun sudah disita dan terbit surat perintah penjualan barang sitaan, namun belum dapat dilakukan pelelangan karena sesuai putusan pengadilan tanggal 2 September 2008, Lidia Mochtar dan Depkeu dihukum untuk mengembalikan saham tersebut kepada Atang Latief.

Atas putusan itu, PUPN telah mengajukan banding pada tanggal 31 Desember 2008.

Sementara itu obligor Agus Anwar mengakui jumlah utang sebesar Rp577,81 miliar namun keberatan dengan biaya administrasi PUPN 10 persen.

PUPN telah menelusuri aset/harta kekayaan milik Agus Anwar berupa tanah kosong di Desa Bojong Koneng (Bogor) seluar 300 ha, dan telah menguasai seluruh dokumen asli aset itu.

Obligor menyatakan kesanggupan menyelesaikan hutang antara lain dengan melakukan penyerahan aset berupa tanah kosong 300 ha dan pembayaran tunai Rp5 miliar paling lambat 31 Maret 2009 dan sisa kewajibannya dibayarkan secara menyicil selama 84 bulan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009