KPK telah menetapkan Nurhadi (NHD) bersama Rezky Herbiyono (RHE), swasta atau menantunya, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada 2011-2016.
Baca juga: KPK tetapkan mantan Sekretaris MA tersangka penerima suap-gratifikasi
Baca juga: Nurhadi jadi tersangka, MA: Sudah bukan aparatur MA
Baca juga: Nurhadi ungkap sumber uang yang disita KPK
"Sesungguhnya yang paling penting KPK wajib membuktikan perbuatan yang dilakukan oleh Nurhadi yang dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana suap," ucap Mudzakir melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, kata dia, KPK sudah bertahun-tahun tidak memperoleh bukti perbuatan Nurhadi yang masuk sebagai perbuatan tindak pidana korupsi (tipikor).
"Tetapi tiba-tiba empat hari jelang serah terima jabatan KPK kepada pengurus baru, KPK tetapkan Nurhadi sebagai tersangka. Nah komisioner baru tersebut seharusnya mempelajari lagi bukti yang diajukan oleh komisioner sebelumnya agar tidak menjadi 'bola panas' dan karena kegagalan membuktikan tipikor Nurhadi," tuturnya.
Baca juga: KPK hargai putusan pengadilan tolak praperadilan Nurhadi
Baca juga: Mantan Sekretaris MA Nurhadi kembali ajukan praperadilan
Untuk diketahui, KPK pada 16 Desember 2019 menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Sedangkan pimpinan KPK periode 2019-2023 dilantik pada 20 Desember 2019.
Selain itu, Mudzakir juga menyoroti soal penetapan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Nurhadi.
"Jika hari ini Nurhadi masuk DPO, rasanya kurang tepat. Nurhadi sebelumnya kooperatif dan dipanggil selalu datang, setelah tiba-tiba ditetapkan tersangka menjadi tidak kooperatif. Sebaiknya KPK buktikan dulu perbuatan Nurhadi yang mana sebagai tindak pidana," ujar dia.
Baca juga: Mantan Sekretaris MA Nurhadi kembali tidak penuhi panggilan KPK
Baca juga: KPK akan lakukan tindakan hukum lain untuk tersangka Nurhadi
Oleh karena itu, kata dia, KPK harus bisa membuktikan perbuatan tipikor oleh Nurhadi disertai dengan alat bukti yang sah baik perolehan atau kualitasnya maupun kuantitasnya.
"Kalau perbuatan menantunya yang 'join' bisnis secara hukum bisnis menjadi tanggung jawab menantunya, tidak dapat ditafsirkan secara asumsi sebagai tipikor suap. Memang ada larangan dalam hukum menantu pejabat, hakim, komisioner KPK melakukan hubungan hukum bisnis?" kata Mudzakir.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020