Jakarta (ANTARA) - Pemerintah masih membahas besaran suntikan dana melalui Penanaman Modal Negara (PMN) demi menyelamatkan perusahaan BUMN PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan memenuhi kewajiban pembayaran polis.
"(Besaran dananya) masih didiskusikan di Panja (panitia kerja) nanti kan pasti juga selain ada panja yang di Komisi VI pasti ada diskusi di komisi XI," kata Menteri BUMN Erick Tohir di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Setidaknya ada 3 opsi penyelamatan Jiwasraya.
Pertama atau Opsi A berupa Bail In yakni dukungan dana dari pemilik saham Jiwasraya. Pertimbangannya ialah dapat dilakukan pembayaran penuh maupun sebagian. Tapi, ada risiko gugatan hukum jika dilakukan pembayaran sebagian.
Baca juga: Kementerian BUMN tepis penyelamatan Jiwasraya akan pakai PMN
Kedua atau Opsi B berupa Bail Out yakni dukungan dana pemerintah. Opsi ini tidak dapat dilakukan kepada Jiwasraya karena belum ada peraturan terkait baik dari OJK maupun KSSK.
Ketiga atau Opsi C berupa likuidasi atau pembubaran perusahaan. Langkah ini harus dilakukan melalui OJK. Namun, memiliki dampak sosial dan politik yang cukup signifikan.
"Opsinya kita melakkukan 'business to business' solusi tetapi tentu ada juga kebutuhan PMN (Penanaman Modal Negara). Jadi bukan dibalik loh, bukan PMN. Tapi masih diskusi," tambah Erick.
Namun Erick belum menyebutkan nilai PNM yang akan dikucurkan pemerintah.
"Belum bisa, tergantung mau dipercepat atau dimundurkan sesuai dengan restrukturisasi kan kalau pembayaran 4 tahun berbeda dengan 8 tahun," ungkap Erick.
Sedangkan restrukturisasi Jiwasraya juga akan dilakukan secara pararel.
Baca juga: DPR akan gelar rapat panja gabungan bahas penyehatan Jiwasraya
"Restrukturisasi jalan terus yang bulan Maret ini tidak menunggu (PMN)," tambah Erick.
PT Jiwasraya diketahui sudah merugi sejak 2006, namun catatan keuangan dibuat window dressing, sehingga tampak untung. Untuk menutupi kerugian, perseroan bahkan membeli saham-saham gorengan di pasar modal yang makin menambah kerugian.
Untuk memperbaiki kondisi Jiwasraya tersebut, Erick menyatakan akan membuat "holdingisasi" PT Jiwasraya Persero untuk dapat mendatangkan dana segar sekitar Rp1,5 triliun-Rp2 triliun.
Lalu pemerintah akan mencarikan investor untuk anak perusahaan Jiwasraya, Jiwasraya Putra untuk mendapat dana segar sebanyak Rp1 triliun-Rp3 triliun. Selanjutnya ada aset saham yang saat ini dideteksi valuasinya mencapai Rp2 triliun-Rp3 triliun untuk mendapatkan saving plan.
Selain holdingisasi, Erick juga akan melakukan restrukturisasi terhadap produk-produk Jiwasraya.
"Untuk holdingisasi saya cek lagi, kepala holdingnya salah satunya Bahana," tambah Erick.
Dalam kasus Jiwasraya, Benny Tjokro resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (14/1) lalu. Dirinya resmi ditahan bersama empat orang lainnya yakni mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, eks Direktur Utama Hendrisman Rahim, bekas pejabat Jiwasraya Syahmirwan, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat.
Kejaksaan juga telah menetapkan Direktur PT Maxima Integra Group Joko Hartono Tirto sebagai tersangka baru kasus Jiwasraya. Joko ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Dengan penetapan Joko, total tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya menjadi enam orang.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi, diantaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Dari jumlah tersebut, lima persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sisanya 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Selain itu, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, sebanyak dua persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.
Akibatnya, PT Asuransi Jiwasraya hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020