Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho dalam laporannya menyebutkan dugaan korupsi tersebut berawal dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006 dan 2008 tentang dugaan penyimpangan anggaran di MA.
"Berdasarkan hasil audit tersebut kami meminta KPK untuk menindaklanjuti temuan BPK sebagai bagian pembersihan praktek mafia peradilan di Mahkamah Agung," kata Emerson.
Audit BPK tahun 2006 menunjukkan dugaan penyimpangan dana dari aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan.
Penyimpangan itu diduga mencapai Rp13 miliar dalam berbagai bentuk pengeluaran, antara lain biaya pengadaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2006 secara administratif yang belum dijelaskan keberadaannya, biaya perkara dan penerimaan negara bukan pajak dari biaya perkara yang belum dipertanggungjawabkan, perjalanan fiktif pada Dirjen Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara, dan pemborosan dalam komponen biaya perjalanan dinas harian di Badan Litbang MA.
Menurut ICW, BPK juga menemukan dugaan penyimpangan yang mengganggu azas kehematan senilai Rp6,9 miliar. Pengeluaran itu diduga digunakan untuk Pengadaan System Informasi tahun 2006, pemeliharaan jaringan dan database SIMARI, dan abonemen leased line internet tanpa bukti pertanggungjawaban.
Pada 2008, BPK menemukan dugaan penyimpangan sebesar Rp1,45 miliar untuk pembayaran premi asuransi kesehatan platinum untuk pimpinan, hakim agung dan pejabat struktural MA, serta untuk belanja barang operasional khusus ketua lembaga tinggi negara. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009
tapi, memang koruptor tidak akan pernah mati, karena ada yang ngasi komen seperti anda ini, hehehe2