Dalam rapat pleno KPU sebelumnya, kata dia di Jakarta, Selasa, muncul ide untuk mengakomodasi tanda silang dan garis datar sebagai penandaan yang dianggap sah. Alasannya, dalam setiap simulasi pemungutan suara yang dilaksanakan KPU terdapat pemilih yang menandai surat suara dengan silang dan garis datar.
Untuk meminimalkan suara tidak sah, maka KPU mempertimbangkan mengakomodasi tanda silang dan garis datar. "Tetapi ini masih perlu dipertimbangkan lagi (sebelum diputuskan)," katanya.
Namun Hafiz mengatakan, sosialisasi penandaan surat suara yang sah masih tetap sama yakni dengan mencentang satu kali di kolom nama partai atau kolom nama caleg atau kolom nomor urut caleg.
Mengenai penandaan satu kali, hingga saat ini belum ada perubahan. Jika peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) mengatur penandaan dua kali sah, maka KPU akan segera menindaklanjutinya dengan mengubah peraturan tentang jumlah penandaan yang sah.
"KPU masih menunggu perppu. Kalau tidak ada perppu (yang mengatur tentang penandaan dua kali), maka KPU tidak bisa mengatur penandaan lebih dari satu kali," katanya.
Tata cara penandaan surat suara telah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 35 Tahun 2008 tentang pedoman teknis tata cara pemungutan dan penghitungan suara pemilu legislatif.
Jika perppu disetujui, maka KPU akan merevisi peraturan KPU tersebut.
Sementara itu, ditemui terpisah anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Wirdyaningsih menilai sebelum KPU memutuskan mengakomodasi tanda silang dan garis datar, sebaiknya dipertimbangkan waktu sosialisasi bagi kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
"Selain masyarakat yang harus diberitahu petugas juga harus mengerti karena mereka yang menentukan saat penghitungan," kata Wirdyaningsih ketika ditemui di ruang kerjanya.
Selain infrastruktur KPU, pengawas dan saksi di lapangan juga harus memahami masalah penandaan surat suara ini. "Jangan sampai mereka tidak paham, bisa berbahaya," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009