Sekarang tingkat ancamannya lebih tinggi daripada saat puncak Perang Dingin

Sydney (ANTARA) - Australia berada di bawah ancaman "spionase dan campur tangan asing" yang belum pernah terjadi sebelumnya, kata salah satu pejabat tertinggi intelijen dalam pemaparan yang jarang diungkapkan.

Pejabat itu menyebut ada kasus "agen tidur", yang menghabiskan waktu bertahun-tahun membangun jaringan.

Direktur Jenderal Organisasi Intelijen Keamanan Australia (ASIO) Mike Burgess mengatakan beberapa negara sedang berusaha keras untuk memengaruhi para anggota parlemen, pejabat pemerintah, tokoh media, pemimpin perusahaan dan akademisi.

"Tingkat ancaman yang kita hadapi sekarang terkait spionase asing dan aktivitas campur tangan tidak pernah terjadi sebelumnya," kata Burgess di kantor pusat ASIO di Canberra, Senin (24/2) petang, ketika ia memaparkan laporan tahunan badan tersebut menyangkut ancaman.

"Sekarang lebih tinggi daripada saat puncak Perang Dingin."

Baca juga: Australia akan buktikan campur tangan asing melalui media sosial
Baca juga: Australia tunjuk perempuan pertama sebagai kepala intelijen

Burgess tidak menyebut negara-negara yang sedang menyusup ke Australia, sekutu setia Amerika Serikat. Namun, kalangan analis mengatakan kemungkinan negara yang dimaksud adalah China.

"Sangat masuk akal untuk menganggap bahwa China adalah negara yang dimaksud," kata Rory Medcalf, kepala National Security College, Universitas Nasional Australia.

ASIO adalah badan intelijen dalam negeri Australia.

Reuters pada September melaporkan badan-badan intelijen Australia menyimpulkan bahwa China bertanggung jawab atas serangan dunia maya yang dialami parlemen dan tiga partai politik terbesar Australia hanya beberapa bulan sebelum pemilihan umum digelar pada Mei 2019.

China, yang merupakan mitra dagang terbesar Australia, telah membantah terlibat dalam serangan itu.

Australia memutuskan untuk tidak mengungkapkan identitas para penyerang guna melindungi hubungan perdagangannya dengan China, menurut sumber-sumber, yang tahu soal keputusan itu, kepada Reuters pada September.

"Saya tidak peduli negara mana yang sedang kita bicarakan, apakah itu China atau Rusia atau Iran - kalau ada yang menimbulkan ancaman bagi negara kita, mereka akan ditindak sesuai dengan tingkat ancaman itu," kata Menteri Dalam Negeri Peter Dutton kepada para wartawan di Canberra, Selasa, ketika ditanya tentang China.

Burgess mengatakan Australia menjadi sasaran sebagian karena posisi strategis yang dimilikinya serta aliansi dan kepemimpinannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dia mengatakan agen tidur dari negara yang tidak disebutkan namanya itu dibiarkan tidak aktif selama beberapa tahun. Mata-mata seperti itu membangun hubungan bisnis dan komunitas sebelum mulai memberikan informasi tentang para pembangkang asing. Informasi tersebut, kata Burgess, digunakan untuk menyerang para pembangkang di Australia serta para kerabat mereka di luar negeri.

Para akademisi dan ilmuwan yang berkunjung telah menyusup ke berbagai universitas untuk mengumpulkan informasi intelijen, sementara mata-mata asing memasuki Australia dengan maksud untuk membangun infrastruktur peretasan yang canggih, tambahnya.

"Niatnya adalah untuk merekayasa perubahan mendasar posisi Australia di dunia, bukan hanya untuk mengumpulkan informasi intelijen atau memanfaatkan kita sebagai 'pintu belakang' potensial ke dalam sekutu-sekutu dan mitra kita," katanya.

Burgess mengatakan ancaman ekstremis sayap kanan yang tumbuh di dalam negeri juga meningkat.

"Di pinggiran kota di sekitar Australia, kelompok-kelompok kecil secara teratur bertemu untuk memberi hormat pada bendera Nazi, memeriksa senjata, latihan bertempur dan berbagi ideologi kebencian mereka," katanya.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kekuatan "brand" dan intelijen internet melalui media sosial
Baca juga: Facebook bekukan akun operasi intelijen Rusia terhadap Ukraina

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020