Pekanbaru (ANTARA News) - Seorang anak berinisial WS, Senin, mengadu ke Pengadilan Agama Pekanbaru karena telah dipaksa melakukan kawin siri untuk menjadi isteri ketiga dari seorang pengusaha saat berusia 14 tahun. Perempuan asal Kabupaten Kampar itu menyambangi kantor pengadilan bersama anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Pekanbaru, Senin. Kedatangan mereka sempat membuat kehebohan di ruang gugatan pengadilan tersebut karena biasanya "tamu" yang datang adalah pasangan muda yang menginginkan perceraian. Bahkan, pegawai pengadilan terlihat kebingungan dan meminta para wartawan untuk tidak meliput pelaporan WS di ruang gugatan. Ketua KPAID Pekanbaru Ekmal Rusdy yang mendampingi WS mengatakan, WS dipaksa menikah siri dengan pengusaha berinisial IN yang berusia 30 tahun lebih tua pada Desember 2007. Pernikahan itu dipaksakan oleh ayah WS, Sutarso, karena IN mengimingi akan memberi modal usaha dan sebidang tanah. Menurut Ekmal, IN dan ayah korban adalah rekan kerja di tempat pembuangan sampah. Ia menduga ada alasan himpitan ekonomi yang membuat ayah korban rela memberikan anaknya. "Apa yang dilakukan ayah korban sebenarnya melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 26, bahwa orang tua seharusnya melindungi anak yang dibawah umur yakni di bawah 18 tahun untuk tidak dinikahi," katanya. Selain itu, ujarnya, pernikahan siri tersebut juga tidak dibenarkan oleh Undang-Undang Pernikahan yang berlaku karena korban masih di bawah 18 tahun. Pernikahan keduanya hanya memiliki bukti nikah di selembar kertas, sehingga status keduanya tidak jelas di mata hukum. "KPAID berusaha menjembatani anak untuk mendapatkan haknya," katanya. Ekmal mengatakan, korban menderita beban psikologis yang cukup berat akibat pernikahan di bawah umur tersebut. Menurut Ekmal, pernikahan siri tersebut hanya berlangsung selama dua minggu. Perempuan yang hanya lulus SMP itu melarikan diri dari rumah IN dan sempat terlantar di Pekanbaru. Dalam pelariannya, hingga kini korban berusia 16 tahun, WS sempat terjerumus dalam kehidupan malam sebelum akhirnya bekerja di sebuah gerai telepon selular. Menurut informasi, IN pernah menganiaya WS dengan mencaci bahkan memukul bocah malang tersebut. WS juga akhirnya mengetahui ternyata janji IN untuk memberikan ayahnya modal dan tanah sebagai janji pernikahan ternyata hanya bohong belaka. "Hubungan korban dan orangtuanya sekarang juga terputus," katanya. Merasa telah dibohongi dan dinikahi di bawah umur, WS sempat ingin mengadukan nasibnya ke Poltabes Pekanbaru pada Desember 2008. Karena pertimbangan tak ingin ayahnya diseret-seret ke dalam kasus hukum, WS mengurungkan niatnya. Ketua Pokja Pengaduan KPAID Pekanbaru, Yuliantoni, mengatakan pihaknya akan mencari solusi untuk korban dan memberi perlindungan selama proses hukum berlangsung. "Korban merasa ketakutan karena takut pada suaminya yang galak," katanya. Saat ditemui, WS merasa ketakutan dan enggan menjawab pertanyaan wartawan. Gadis tersebut berkulit hitam manis dan memiliki postur yang cukup tinggi untuk anak seusianya. Dengan mengenakan blazer hitam dan celana jins, WS terlihat kerap menunduk dan menutupi wajahnya dengan kertas ketika ditemui wartawan. Ia hanya mengatakan, dirinya merasa tertekan dan tidak bahagia selama menjalani pernikahan yang dipaksakan itu. "Saya enggak bahagia," ujar WS.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009