Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara BUMN segera memanggil tiga BUMN yang melakukan transaksi derivatif untuk mengetahui standar dan prosedur lindung nilai (hedge) yang dilakukan.

""Kita segera memanggil mereka untuk melakukan evaluasi terkait transaksi derivatif yang dilakukan," kata Menneg BUMN Sofyan Djalil di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.

Transaksi derivatif adalah produk turunan instrumen pasar uang yang lazim digunakan untuk lindung nilai terkait fluktuasi nilai tukar mata uang.

Menteri tidak menyebutkan tiga BUMN yang dimaksud, namun ia mengatakan satu BUMN yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sudah memberikan keterbukaan informasi.

"Kalau BUMN Tbk (terbuka) ya... seharusnya mengikuti langkah yang dilakukan PGN. Sedangkan BUMN non terbuka akan dilakukan review," tegas Sofyan.

Menurutnya, langkah pemanggilan tersebut tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk mengetahui langkah dan prosedur yang dilakukan perusahaan "pelat merah" dalam melakukan transaksi derivatif.

"Ini penting karena dalam kondisi goncangan pasar seperti ini mengakibatkan rupiah naik turun dan terjadi kerugian karena depresiasi mata uang yang luar biasa," ujarnya.

Jika BUMN punya pendapatan rupiah dan kewajibannya dalam bentuk dolar, maka dia harus melakukan hedge dengan rupiah. Sebaliknya bagi yang punya pendapatan dolar dan kewajiban rupiah, maka harus hedge dolarnya.

"Selama prosedur itu dilaksanakan sesuai dengan SOP (standard operating procedure/prosedur kerja standard) dan prinsip kehati-hatian diharapkan tidak terjadi apa-apa," ujarnya.

Sofyan berpendapat bahwa derivatif itu tidak boleh dilarang, karena yang penting tujuannya benar.

"Dalam iklim pasar global dan kurs yang floating (mengambang) seperti sekarang ini transaksi derivatif masih diperlukan. Derivatif yang sangat sophisticated (canggih), yang tidak ada underliying assets (aset yang berjaminan), itu tidak perlu," ujarnya.

Ia juga menambahkan kerugian akibat transaksi derivatif untuk lindung nilai karena naik turun mata uang secara mendadak tidak masalah karena itu merupakan resiko bisnis.

Tetapi jika dalam kondisi norma-normal saja, tidak ada turbulance (goncangan) namun terjadi kerugian dalam jumlah besar, berarti terjadi moral hazard (persoalan atau jebakan moral).
(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009