Menurutnya permasalahan ekonomi bukan hanya terjadi pada mahasiswa yang kurang mampu, tetapi juga pada yang kondisi finansialnya mapan.
"Ketidakmampuan ekonomi ini bukan hanya terjadi di Papua saja, tapi seluruh mahasiswa di Indonesia saya kira merasakan hal yang sama," ujarnya.
Thelly menegaskan bahwa jika masalah ekonomi ini berdampak pada mahasiswa yang belum kuat mentalnya, maka yang terjadi adalah mereka menjadi stres dan akhirnya tidak melanjutkan kuliah. Sebagai jalan keluar, Thelly menjelaskan bahwa masalah seperti ini diatasi dengan cara mencari peluang beasiswa yang banyak disediakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga donor lainnya.
"Kuncinya hanya dua. Mahasiswa bersangkutan mampu mempertahankan IPK yang disyaratkan dan peka terhadap informasi," kata Thelly.
Dia mengaku bahwa selama ini pihak lembaga kampus telah memfasilitasi program-program beasiswa atau bantuan pendidikan yang disalurkan oleh Pendidikan Tinggi (Dikti) melalui Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis). Misalnya Bantuan Kegiatan Mahsiswa (BKM), Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), Bantuan Belajar Mandiri (BBM), Peningkatan Prestasi Ekstrakurikuler (PPE) dan lain sebagainya. Beasiswa ini diberikan setiap semester.
Selain itu untuk membantu para mahasiswa menyusun tugas akhir atau skripsi, Pemda juga menyediakan batuan dana bagi para mahasiswa semester akhir.
"Agar penyaluran beasiswa kepada mahasiswa cepat dan transparan, kami melibatkan mahasiswa. Biasanya kami pilih perwakilan dari setiap jurusan, tugas mereka adalah meneruskan informasi kepada teman-teman mereka yang lain dan ikut menjaga loket beasiswa," kata Thelly.
Sementara itu, permasalahan mahasiswa yang kondisi ekonominya memadai biasanya bermasalah dalam hal pemanfaatan keuangan untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan moral. Misalnya dengan mengonsumsi minuman keras (miras).
"Oleh karena itu pihak kampus menerapkan sanksi non akademik menjadi sanksi akademik. Contoh, perbuatan konsumsi miras di dalam kampus bukan merupakan pelanggaran akademik, tapi bisa diberikan konsekuensi akademik dengan menon aktifkan mahasiswa tersebut," kata Thelly.
Penanganan seperti ini cukup efektif, ditandai dengan berkurangnya mahasiswa yang minum miras atau narkoba di dalam kampus.
Kebiasaan buruk ini juga membawa dampak pada pergaulan di kalangan mahasiswa. Thelly mengatakan bahwa masalah pergaulan mahasiswa sudah memasuki tahap yang memprihatinkan karena berpengaruh pada aktivitas akademik.
"Jumlah mahasiswa perempuan yang berada di bawah bimbingan saya, cenderung menurun dari waktu ke waktu. Setelah ditelusuri, biasanya mereka berhenti kuliah karena terbentur dampak pergaulan bebas," tandasnya.
Untuk membentengi mahasiswa dari hal-hal negatif ini, kampus telah memberdayakan organisasi-organisasi kegiatan mahasiswa, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa (Hima), Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim (FKMM). Melalui organisasi kampus, potensi mahasiswa dalam hal kepemimpinan atau pengembangan bakat yang lain dapat tersalurkan sehingga memalingkan perhatian mereka dari hal-hal negatif.
Selain itu Thelly menegaskan bahwa peran dosen sangat penting untuk pembentukan mental mahasiswa. Melalui metode mengajar soft skill, dosen dapat membagi porsi jam mengajar dengan memberikan materi tentang moral, pergaulan atau lainnya yang berguna untuk memotivasi para mahasiswa agar lebih giat belajar dan membentuk mental yang baik.
"Diharapkan dosen tidak hanya menjalankan tugas mengajar yang bersifat keilmuan saja, tapi juga mendidik mental dan spiritual mahasiswa. Ini bisa dilakukan di dalam ruang kuliah, saat perwalian atau mejadi mentor dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009