Jerusalem (ANTARA News) - Perdana Menteri Israel Ehud Olmert hari Minggu mengancam melakukan pembalasan "tidak sepadan" atas penembakan mortir dan roket yang terus berlangsung ke wilayah negara Yahudi tersebut dari Jalur Gaza yang dikuasai Hamas.            Tak lama setelah Olmert menyampaikan hal itu, tiga warga Israel cedera akibat serangan mortir, kata petugas medis dan militer Israel. Ketiga korban itu terdiri dari dua prajurit dan warga sipil pertama Israel yang cedera sejak gencatan senjata 18 Januari mengakhiri ofensif 22 hari Israel terhadap wilayah kantong pesisir itu.            Dua roket menghantam Israel selatan sebelumnya pada Minggu, namun tidak ada kerusakan atau korban. Sebuah sayap Brigade Syuhada Al-Aqsa, kelompok yang menjadi bagian dari Fatah kubu Presiden Palestina Mahmud Abbas, mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.            Belum ada pihak yang mengaku melakukan penembakan mortir yang melukai ketiga orang Israel itu.            "Sikap pemerintah sejak awal adalah jika terjadi penembakan terhadap penduduk di wilayah (Israel) selatan, maka akan ada pembalasan keras yang tidak akan sepadan," kata Olmert pada pertemuan mingguan kabinet, seperti dilaporkan Reuters.            "Kami akan bertindak sesuai dengan aturan-aturan baru yang akan memastikan bahwa kami tidak akan terseret ke dalam perang penembakan tanpa henti di perbatasan selatan, yang akan membuat penduduk wilayah selatan tidak bisa menjalani kehidupan normal," kata PM Israel itu tanpa penjelasan lebih lanjut.            Seorang jurubicara pemerintah Hamas di Jalur Gasza mengecam apa yang disebutnya "pernyataan agresif" Olmert.            Namun, jurubicara itu, Taher al-Nono, juga mendesak semua kelompok Palestina "menghormati konsensus nasional" mengenai gencatan senjata yang diumumkan Hamas dua pekan lalu setelah Israel menyatakan menghentikan ofesif terhadap Gaza.            Israel dikecam masyrakat internasional atas kematian-kematian yang ditimbulkannya di Gaza.            Pasukan Israel meninggalkan Jalur Gaza setelah daerah pesisir itu hancur akibat ofensif 22 hari. Mereka menyelesaikan penarikan pasukan dari wilayah yang dikuasai Hamas itu pada Rabu (21/1).            Jumlah korban tewas Palestina mencapai sedikitnya 1.300, termasuk lebih dari 400 anak, dan 5.300 orang cedera di Gaza sejak Israel meluncurkan ofensif terhadap Hamas pada 27 Desember.            Di pihak Israel, hanya tiga warga sipil dan 10 prajurit tewas dalam pertempuran dan serangan roket.            Selama perang 22 hari itu, sekolah, rumah sakit, bangunan PBB dan ribuan rumah hancur terkena gempuran Israel, dan Pemerintah Palestina menyatakan jumlah kerugian prasarana saja mencapai 476 juta dolar.            Penghentian serangan Israel dilakukan setelah negara Yahudi tersebut memperoleh janji dari Washington dan Kairo untuk membantu mencegah penyelundupan senjata ke Gaza, hal utama yang dituntut Israel bagi penghentian perang.            Kekerasan Israel-Hamas meletus lagi setelah gencatan senjata enam bulan berakhir pada 19 Desember.            Israel membalas penembakan roket pejuang Palestina ke negara Yahudi tersebut dengan melancarkan gempuran udara besar-besaran sejak 27 Desember dan serangan darat ke Gaza dalam perang tidak sebanding yang mendapat kecaman dan kutukan dari berbagai penjuru dunia.            Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina, Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.            Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut diblokade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas.            Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.            Ehud Olmert yang akan mengakhiri tugas sebagai PM Israel telah memperingatkan mengenai konfrontasi yang akan segera terjadi dengan Hamas meski gencatan senjata yang ditengahi Mesir diberlakukan pada 19 Juni. (*)    

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009