Bangkok (ANTARA News/AFP)- Deputi perdana menteri Thailand, Minggu, menolak ultimatum ribuan demonstran yang menuntut pemerintah mundur, yang menimbulkan prospek bagi unjukrasa-unjukrasa lagi di kerajaan yang dilanda konflik politik itu.

Suthep Thaugsuban,salah seorang dari tiga deputi perdana menteri, mengatakan para pendukung mantan PM Thaksin Shinawatra bebas melakukan unjukrasa lagi, tetapi menegaskan pemerintah baru yang dipimpin Partai Demokrat akan tetap berkuasa.

"Ini bukan saatnya untuk membubarkan parlemen -- rakyat menginginkan pemerintah tetap menjalan pemerintahan negara," katanya kepada wartawan.

Sekitar 30.000 pendukung Thaksin yang mengenakan baju merah dan membawa spanduk-spanduk bertuliskan "Kembalikan Demokrasi " bergerak ke kantor-kantor Gedung Pemerintah di Bangkok Sabtu petang.

Mereka memaksa melintasi pengadang-pengadang jalan yang dijaga polisi yang membawa senjata tongkat dan tentara, sementara ketegangan politik yang berkepanjangan antara faksi-faksi yang berseteru menunjukkan tidak ada tanda-tanda berakhir.

Para pemimpin protes mengatakan mereka akan kembali turun ke jalan-jalan dalam 15 hari kecuali Menlu Kasit Piromya dan tokoh-tokoh lainnya yang terlibat dalam blokade anti Thaksin atas bandara-bandara Bangkok tahun lalu mundur dan diadili.

Mereka juga menyerukan pembubaran parlemen, pemilu baru dan pemberlakuan kembali konstitusi tahun 1997.

"Tuntutan untuk memberlakukan kembali konstitusi tahun 1997 dalam 15 hari, tidak mungkin," kata Suthep . Ia juga memuji Kasit karena melakukan satu "pekerjaan yang baik."

Gedung Pemerintah diduduki selama tiga bulan tahun lalu oleh kelompok anti Thaksin yang memakai baju kuning Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) , yang ingin menjatuhkan pemerintah Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang punya hubungan dengan Thaksin yang dipilih Desember 2007.

Kampanye mereka mencapai puncaknya akhir Nopember ketika mereka menduduki dua bandara Bangkok, satu pengepungan yang baru berakhir ketika sebuah pengadilan pada 2 Desember membubarkan PPP yang berkuasa, yang memungkinkan Partai Demokrat mengisi kekosongan pemerintahan itu.

Para pendukung PPP dan Thaksin , yang disingkirkan dalam kudeta tahun 2006 dan tinggal di pengasingan di luar negeri, mengecam tindakan itu sebagai satu "kudeta diam-diam" dengan dukungan militer dan merasa hak-hak demokrasi mereka dirampas.

PM Abhisit Vejjajiva juga dikecam oleh kelompok Baju Merah karena mengangkat Kasit, pendukung kuat PAD sebagai menlu , sementara dua simpatisan PAD lainnya telah dipilih sebagai penasehat pemerintah. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009