Bangkok (ANTARA News/AFP) - Sekitar 30.000 pendukung mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra berkumpul di Bangkok untuk berdemonstrasi menentang pemerintah baru Thailand yang dituduh mereka mengambil kekuasaan secara tidak sah bulan lalu.

Lebih dari 5.000 polisi dikerahkan ke sebuah taman kota dimana demonstran berkumpul yang rencananya akan bergerak menuju Kantor Pemerintahan, mengadopsi taktik lawannya dulu yang menduduki gedung-gedung pemerintahan selama tiga bulan tahun lalu.

Pemimpin demonstran Jakrapob Penkair berpidato di hadapan pendukungnya pukul 7 malam Sabtu kemarin, mengutuk pemerintah dan menuduh tentara melakukan kudeta diam-diam dengan menaikkan rezim sekarang ke kekuasaannya.

"Kami berpengalaman dalam banyak pertarungan, kudeta, tetapi tidak ada pertarungan yang sepenting sekarang karena kita haru berperang untuk mengembalikan bangsa kita," kata Jakrapob.

"Bagaimana bisa partai yang kalah tiga kali dalam pemilu menjadi penguasa? Tentara memang membantah keterlibatannya dalam pembentukan pemerintah sekarang tetapi tidak seorang pun yang mempercayai lagi mereka," katanya sengit.

Para demonstran yang dikenal dengan "Orang-orang Berbaju Merah" karena pakaian mereka mengenakan pakaian serba merah yang berlawanan dengan pakaian Aliansi Rakyat untuk Demokrasi anti Thaksin yang berpakaian serba kuning, menyampaikan tuntutan-tuntutan mereka tatkala sampai di Gedung Pemerintah pukul 9 malam.

Mereka menuntut orang-orang yang terlibat dalam pendudukan bandara Bangkok November lalu dipecat dari pekerjaannya dan kemudian diadili, sedangkan parlemen mesti dibekukan.

PM Abhisit menuai kemarahan massa Desember lalu setelah menunjuk simpatisan PAD, Kasit Piromya, menjadi menteri luar negeri dan dua anggota PAD lainnya dipromosikan menduduki posisi-posisi kunci di pemerintahan.

Polisi mengungkapkan mereka tidak akan membubarkan demonstrasi itu sepanjang berlangsung damai.

"Ada sekitar 30.000 demonstran berkumpul di Sanam Luang sekarang, tapi sejauh ini tidak ada tanda-tanda kekerasan," kata Kapolda Jenderal polisi Anan Srihiran kepada AFP.

"Polisi telah berbicara dengan para pemimpin demonstran dari waktu ke waktu, meminta demonstran tidak beranjak...Tapi polisi tidak akan menggunakan kekuatan terhadap para demonstran," katanya.

Baru-baru ini dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, PM Abhisit Vejjajiva mengaku tidak mengkhawatirkan gerakan demonstrasi itu.

"Saya kira keinginan rakyat sekarang adalah mereka sangat ingin berjalan ke depan, mereka ingin melupakan perbedaan-perbedaan yang baru saja muncul, mereka ingin melihat sebuah pemerintah yang bekerja keras yang memenuhi keprihatinan rakyat dan memiliki kejujuran serta integritas yang sudah lama menghilang," kata Abhisit.

"Jika kami terus bekerja dengan cara kita miliki selama bulan lalu, maka saya tidak mengkhawatirkan demonstrasi itu," kayanya seraya menambahkan wakilnya, Deputi PM Suthep Thaugsuban bisa menjamin pengepungan (bandara dan gedung pemerintah) tahun lalu tidak akan terulang sekarang.

Letnan Jenderal Suchart Mueankaoe, kepala kepolisian metropolitan Bangkok, mengungkapkan bahwa 5.250 perwira akan mengawasi gerakan demonstrasi ini, sementara lainnya bersiap siaga dengan unit-unit militer.

Para demonstran tetap terlihat bersemangat menjadi malam sudah larut dimana kerumunan melambai-lambaikan bendera Thailand dan berjingkrak-jingkrak saat dihibur para musisi.

Para pedagang kaki lima menjual baju-baju merah seputar taman, yang ditengahnya digambari foto idola mereka, Thaksin Shinawatra.

Ribuan demonstran anti Thaksin membanjiri Gedung Pemerintah Agustus tahun lalu dan kemudian mendudukinya selama tiga bulan dalam upaya mereka menggulingkan pemerintah terpilih pada Pemilu Desember 2007.

Saat itu mereka berkata partai penguasa Partai Kuasa Rakyat (PPP) menjalankan pemerintahan dibawah bayang-bayang Thaksin yang disingkirkan kudeta tahun 2006, yang tetap berkuasa meski berada di pengasingan sejak penggulingannya.

PAD memperluas aksi demonstrasinya dengan menduduki dua bandara di Bangkok antara 25 November 25 dan 3 Desember 2008. Mereka akhirnya memperoleh keinginan mereka saat mahkamah konstitusi memutuskan melarang PPP sehingga tersingkirlah PM Somchai Wongsawat dari jabatannya.

Langkah MK ini membuka jalan bagi pemimpin Partai Demokrat, Abhisit Vejjajiva, untuk dipilih menjadi perdana menteri dalam voting parlemen bulan lalu, sambil mengasingkan para pendukung PPP yang merasa dirampas hak-hak demokrasinya. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009