Davos (ANTARA News/AFP) - Ketakutan pada proteksionisme tergambar jelas di Pertemuan Davos dimana para pemimpin pemerintahan dan bisnis berlomba menekankan bahaya fase berikutnya dari krisis ekonomi bakal mendorong banyak pemerintah dunia mengeluarkan kebijakan yang menekan volume perdagangan internasional.
Kemarahan akibat terpangkasnya lapangan kerja sebagai dampak krisis keuangan dan penggunaan uang rakyat untuk menalangi sistem keuangan bisa membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan perusahaan-perusahaan nasional dan menutup pasar produk luar negeri.
Peringatan itu telah dibunyikan oleh satu proposal Kongres AS bertajuk "Belilah Amerika" yang diantaranya melarang pembelian baja produk asing untuk proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai pemerintah.
Di Davos, semua pemimpin dunia, termasuk Perdana Menteri China Wen Jiabao, Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin, PM Inggris Gordon Brown dan Kanselir Jerman Angela Merkel, menekankan komitmen mereka pada keterbukaan pasar.
"Proteksionisme perdagangan tidak ada gunanya karena hanya akan memperparah dan memperpanjang krisis," kata Wen yang negaranya segera mengambilalih Jerman sebagai eksportir (baja) terbesar dunia.
Menteri Perdagangan India, Kamal Nath, berkata, "Manakala suatu negara mengalami krisis, maka respon pertama mereka adalah 'mari menjadi proteksionis.' Ini adalah langkah pertama namun sungguh sebuah langkah yang keliru."
Walapun demikian, sudah ada pertanda rakyat marah menghadapi kompetisi asing, kebanyakan didorong oleh hilangnya pekerjaan mereka.
Minggu lalu di Inggris, serangan hebat menimpa perusahaan penyulingan minyak terbesar ketiga di negeri itu setelah para pekerja lokal mogok karena memprotes penggunaan kontraktor-kontraktor Italia dan Portugal dalam sebuah proyek bisnisnya.
Gary Cohn, wakil kepala operasi bisnis dari bank investasi Goldman Sachs, mengatakan bahwa simpanan uang rakyat pada bank-bank dan industri otomotif Amerika Serikat telah diminta oleh rakyat untuk dilindugi dari kompetisi asing.
"Apakah pemerintah AS akan mengizinkan para produsen otomotif asing berkompetisi dengan GM (General Motors) dan Chrysler dimana miliaran dolar AS uang rakyat didalamnya? Mungkin pemerintah AS mengizinkan, tapi apakah rakyatnya mengizinkan?" tanyanya.
Para pendukung pasar bebas berkilah bahwa perekonomian global yang terbuka mampu meningkatkan kompetisi sehingga membuat harga-harga turun. Sistem itu juga membuat perusahaan-perusahaan nasional yang memiliki daya saing bisa tumbuh usahanya dengan menjual saham mereka ke pasar luar negeri.
Satu lembaga yang mampu menjalankan fungsi sebagai benteng menghadapi proteksionisme, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), telah gagal membujuk anggotanya untuk menyepakati satu pakta perdagangan bebas padahal sudah tujuh tahun negosiasi mengenai hal ini dilakukan.
Para menteri negara-negara maju Sabtu ini menyetujui ada kesamaan pandangan untuk menyepakati sebuah pakta baru perdagangan bebas global tahun ini, namun negosiasi-negosiasi yang rumit akan menghadapi berbagai macam hambatan.
Direktur Jenderal WTO Pascal Lamy mengingatkan bahwa perdagangan sudah menjadi korban dari pelemahan ekonomi.
Pemerintah dihantui kenangan Depresi Besar tahun 1930an saat perang dagang yang dicirikan oleh tingginya tarif impor, telah memperburuk masalah-masalah ekonomi di zaman itu.
"Dalam krisis 1930an, proteksionisme telah menunda pencarian jalan keluar mengatasi krisis," kata Presiden Mexico Felipe Calderon.
Para pakar memperingaktkan bahwa langkah yang diambil sebuah negara akan dengan mudah menghancurkan negara lainnya dan terbukti dari adanya ketegangan seputar pengaturan ekspor baja oleh sistem hukum AS yang terangkum dalam paket stimulus ekonomi Presiden Barack Obama.
Kanselir Jerman Angela Merkel yang negaranya memiliki industri otomotif raksasa mengatakan dia sangat mengkhawatirkan bantuan miliaran dolar AS yang diberikan pemerintah AS kepada raksasa otomotif GM dan Chrysler akan meledak.
Penggunaan uang rakyat mestinya tidak harus sebesar itu karena bisa menimbulkan distorsi dan sungguh sebuah bentuk proteksionisme, kata Merkel.
Sementara itu, Menteri Keuangan Prancis Christine Lagarde yang menyebut kaum proteksionis sebagai hantu nyata, menuntut proteksionisme hanya dilakukan sementara dan disetujui oleh mitra-mitra bisnis.
Alan Binder, mantan deputi gubernur bank sentral AS dan seorang ekonom terkemuka dari Universitas Princeton, berusaha meredakan ketakutan-ketakutan itu.
"Jika saya sejenak berpikir bahwa kita mungkin mengarah ke perang dagang, maka saya pantas khawatir. Paling jelek langkah pemerintah AS itu hanya menciptakan proteksionisme moderat."
Para konglomerat dan menteri-menteri dunia yang menghadiri Pertemuan Davos di ketinggian Pegunungan Alpen Swiss ini berharap omongan Alan Binder itu benar. (*)
Oleh
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009