Denpasar (ANTARA News)-  Guru besar Fakultas Sastra Universitas Udayana, Prof Dr I Gde Parimartha MA, menilai paket tengkorak manusia hendak dikirim ke Prancis melalui Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, menyalahi tradisi dan budaya yang berlaku di Indonesia.         "Upaya penyelundupan tengkorak manusia dari Bali ke Prancis yang berhasil digagalkan KP3 Bandara Ngurah Rai merupakan yang kedua kalinya dalam kurun waktu empat tahun terakhir," kata Prof Parimartha di Denpasar, Minggu.         Sebelumnya pada Mei 2005 dua tengkorak yang diambil dari kuburan Desa Trunyan, sebuah desa tua di pinggir Danau Batur, Bangli, Bali, yang juga hendak diekspor ke Prancis berhasil digagalkan pihak Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.         Ia mengatakan, hak tradisi bangsa Indonesia dilindungi dalam UUD 1945, sehingga pengiriman tengkorak manusia secara ilegal dapat diselesaikan secara hukum.         Meskipun demikian pengiriman tengkorak manusia ke luar negeri itu masih bisa dibenarkan, jika terlebih dulu mendapat izin dari pemerintah Indonesia yang sebelumnya disertai hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan Balai Arkeologi.         "Pengiriman tengkorak yang dapat diijinkan antara lain untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau koleksi museum yang mengoleksi tengkorak manusia di seluruh negara di belahan dunia," ujar Gde Parimartha.         Ia berharap pihak kepolisian dan instansi terkait di Bali dapat menangkap serta mengusut secara tuntas pelaku dibalik kasus pengiriman tengkorak manusia lewat Bandara Ngurah Rai.         Sementara Pahumas Poltabes Denpasar, KomPol Ketut Suweta SH dalam kesempatan terpisah mengatakan, pihaknya masih terus melacak alamat pengirim dan penerima paket tengkorak manusia, meski sejauh ini diketahui bahwa alamat baik si pengirim maupun penerima di luar negeri adalah fiktif (bodong).         "Kami akan terus berupaya melakukan pengembangan penyelidikan terhadap kasus tersebut, dengan harapan nantinya dapat terungkap semuanya," ujarnya.         Sebuah penyelundupan tengkorak manusia yang berhasil digagalkan KP3 Bandara Ngurah Rai 28 Januari lalu sempat diperiksa tim Instalasi Kedokteran Forensik (IKF) Rumah Sakit Sanglah Denpasar yang dipimpin dr Dudut Rustyadi SpF.         Dudut Rustyadi yang koordinator Pelayanan IKF RS Sanglah itu menyebutkan, identitas tengkorak baru hanya berhasil diungkap tentang usianya saja, yakni antara 17 sampai 30 tahun.         Tengkorak itu milik orang yang meninggal dunia setelah berusia antara 17 sampai 30 tahun. Pemeriksaan lain terhadap tengkorak tersebut sangat sulit untuk dilakukan. Masalahnya, tidak ada data pendukung lain yang bisa diteliti lewat perangkat yang ada.     Bali sensitif   Prof Parimartha menilai, Bali sangat sensitif dan riskan terhadap pengiriman tengkorak manusia, karena benda tersebut dianggap kramat, suci dan sakral sehingga pantang untuk diperjualbelikan.         Oleh sebab itu pelakunya sedapat mungkin untuk bisa ditangkap, sehingga dapat terungkap keinginan dibalik kasus tersebut.         Mengingat pengiriman tengkorak manusia dari Bali ke luar negeri yang sudah kedua kalinya berhasil digagalkan, Ia mensinyalir, ada semacam jaringan yang ingin mengekspor tengkorak ke Francis.         Namun cara-cara yang ditempuh selama ini bertentangan dengan tradisi budaya dan hukum yang berlaku di Indonesia. Jika kalangan tertentu di luar negeri betul-betul memerlukan tengkorak manusia dari Indonesia, khusus Bali bisa saja menempuh cara-cara sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku di negara itu.         Ketentuan tersebut antara lain melalui kajian balai Arkeologi, peruntukannya yang jelas serta mendapat ijin dari pemerintah Indonesia, ujar Prof Parimartha. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2009