Tanjungpinang (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat Monitoring for Prevention (MCP) 2019 di Provinsi Kepulauan Riau mencapai 73 persen, yang menempatkan wilayah ini pada peringkat ke-16 dari 34 provinsi.
"Rata-rata nasional 68 persen. Dari delapan pemda di Kepri, empat pemda mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018, yaitu Pemprov Kepri 89 persen, Pemkab Kepulauan Anambas 76 persen, Pemkab Natuna 75 persen, dan Pemkot Tanjungpinang 68 persen," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, yang dihubungi di Tanjungpinang, Senin.
Sedangkan empat pemda lainnya, tambah dia mengalami penurunan yaitu Pemkot Batam 75 persen, Pemkab Karimun 77 persen, Pemkab Bintan 64 persen, dan Pemkab Lingga 60 persen.
"Rincian capaian untuk delapan area intervensi masing-masing pemda dapat diakses melalui www.korsupgah.kpk.go.id," ujarnya.
Permasalahan yang terjadi di Kepri berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi KPK, menurut dia berhubungan dengan pengelolaan aset daerah, termasuk lambatnya proses sertifikasi. Hingga akhir 2019, penyelesaian sertifikasi di Kepri hanya berkisar 12,50 persen atau rata-rata delapan sertifikat dari rata-rata target yang ditetapkan sebanyak 60 sertifikat.
Namun, sepanjang tahun 2019 KPK tetap mendorong pemda untuk melakukan sertifikasi untuk menghindari berpindah tangannya aset karena tidak memiliki legalitas. Dari nilai aset yang ditertibkan, wilayah Kepri telah melakukan penertiban sebanyak 1.049 aset senilai total Rp1,1 triliun dari total 4.646 bidang aset atau 22 persen yang telah disertifikasi.
Kontribusi terbesar di antaranya dari Karimun dengan nilai aset Rp292 miliar dan Natuna senilai Rp266 miliar," katanya.
Lili mengemukakan, selama 2019, Kepri juga telah menyelamatkan Rp20,8 miliar dari total nilai aset yang bermasalah yaitu Rp126,5 miliar atau sekitar 16 persen. Nilai tersebut diperoleh dari penyelamatan 91 aset dari total 328 aset dalam sengketa.
Persentase penyelamatan nilai aset terbesar dilakukan oleh Pemkot Batam. Meski dari jumlah hanya tercatat enam aset yang diselamatkan Pemkot Batam, namun nilai aset-aset tersebut tinggi.
Terkait optimalisasi penerimaan daerah (OPD), terjadi peningkatan penerimaan yang signifikan di beberapa daerah dari pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir. Realisasi penerimaan tercatat sebesar Rp317 Miliar atau rata-rata naik 16,93 persen dari penerimaan tahun 2018. Kenaikan penerimaan ini hanya dari 3 pemda di Kepri yaitu Pemkot Tanjungpinang, Pemkot Batam dan Pemkab Bintan.
Peningkatan ini kontribusi dari pemasangan 635 alat perekam pajak online. KPK juga mencatat komitmen yang tinggi dan evaluasi berkala dalam implementasi integrasi sistem monitoring penerimaan pajak daring sejak awal menjadi pemicu peningkatan tersebut.
Implementasi integrasi "host to host" PBB dan BPHTB antara pemda dengan BPN pada enam daerah di Kepri juga menunjukkan adanya peningkatan BPHTB rata-rata sebesar 17,10 persen dengan total nilai Rp405 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 yakni Rp346 miliar.
Hal tersebut menunjukkan bahwa proses integrasi database transaksi pertanahan yang mulai diimplementasikan di beberapa pemda sudah menunjukkan hasil. Meskipun, untuk PBB terjadi penurunan rata-rata sebesar 0,16 persen menjadi Rp194 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 dengan total Rp195 miliar.
"Kehadiran MCP sejatinya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang dapat digunakan untuk memahami elemen-elemen risiko korupsi. Elemen tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan sektor, wilayah, atau instansi yang rentan terhadap korupsi dan menerjemahkan pemahaman tersebut menjadi gambaran strategis dan prioritas rekomendasi yang akan memberikan arahan bagi upaya pencegahan korupsi," katanya.
Baca juga: KPK temukan permasalahan pengelolaan aset di Kepri
Baca juga: Pimpinan KPK respons survei Indo Barometer soal kepercayaan publik
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020