BPPT sebagai lembaga Iptek harus dapat diandalkan dalam pengkajian dan penerapan Iptek. Hal ini penting karena kemampuan menguasai, mengembangkan dan memanfaatkan Iptek-lah yang membedakan tingkat kemajuan suatu negara

Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk meningkatkan kerja sama dengan mitra swasta dalam mengembangkan manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) bagi kebutuhan masyarakat.

"Salah satu tolak ukur keberhasilan BPPT adalah terpakainya inovasi teknologi oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, saya mendukung penuh langkah BPPT dalam melaksanakan kerja sama dengan mitra-mitranya seperti dengan industri, kementerian dan lembaga serta perguruan tinggi," kata Ma'ruf Amin saat membuka Rapat Kerja BPPT Tahun 2020 di Auditorium B.J. Habibie Gedung BPPT Jakarta, Senin.

Sebagai lembaga kaji dan terap, BPPT harus dapat diandalkan dalam kemampuannya menguasai, mengembangkan dan memanfaatkan Iptek. Penguasaan dan pemanfaatan teknologi tersebut, lanjut Wapres, menjadi tolok ukur kemajuan sebuah negara.

Baca juga: BPPT-ITB-Mersifarma kerja sama kembangkan bahan baku obat amoksisilin

"BPPT sebagai lembaga Iptek harus dapat diandalkan dalam pengkajian dan penerapan Iptek. Hal ini penting karena kemampuan menguasai, mengembangkan dan memanfaatkan Iptek-lah yang membedakan tingkat kemajuan suatu negara," ujarnya menambahkan.

Wapres juga meminta BPPT untuk memiliki prioritas agenda riset dan inovasi yang bermangaat bagi masyarakat, karena perkembangan teknologi menjadi unsur penting bagi setiap negara dalam meningkatkan daya saing lewat inovasi.

"Banyak sektor kehidupan yang sekarang menggunakan Iptek sebagai medianya. Dari naik bus dan MRT, yang menggunakan uang elektronik, sampai dengan kemudahan berbelanja hanya dari telepon genggam," ujar Wapres.

Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan sektor swasta seharusnya menjadi dominan dalam pengembangan riset dan inovasi teknologi. Selama ini di Indonesia justru peran swasta sangat minim, yakni hanya 20 persen dari sumber dana riset sebesar 0,25 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Baca juga: Strategi Nasional AI ditargetkan selesai pertengahan tahun

"Puncak masalahnya adalah 80 persen pendanaan riset kita datang dari APBN, hanya 20 persen yang dari swasta. Artinya yang sibuk melakukan riset itu Pemerintah. Justru ini yang membuat riset tidak akan maju, karena riset tidak didorong oleh suatu kebutuhan yang real," kata Bambang Brodjonegoro.

Kondisi tersebut berbeda dengan negara-negara di Asia seperti Korea Selatan, Thailand dan Jepang, dimana pihak swasta menjadi dominan dalam pembiayaan riset hingga mencapai 70-80 persen.

"Karena swasta-lah yang tahu apa yang menjadi kebutuhan di pasar yang membutuhkan riset dan inovasi, bukan pemerintah. Kalau Pemerintah yang sibuk, maka ujungnya adalah penyerapan anggaran yang tidak berujung pangkal, yang tidak jelas apa fokus risetnya," ucap Bambang menegaskan.

Dalam Rapat Kerja BPPT Tahun 2020, Kepala BPPT Hammam RIza mengatakan hingga saat ini lembaganya telah melakukan beberapa capaian dalam pemanfaatan teknologi antara lain pembuatan drone atau pesawat udara nirawak (PUNA) Male Elang Hitam, pembangunan pabrik garam industri terintegrasi, inovasi tulang traumatik, rapid test dengue atau pendeteksi dini penyakit DBD, serta inovasi pangan Purula untuk mencegah stunting atau kekerdilan.

Baca juga: BPPT kembangkan sistem aplikasi monitoring pengisian kendaraan listrik

Baca juga: Sistem EWS BPPT pantau banjir dan longsor dukung kesiapsiagaan bencana

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020