Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengajukan perubahan APBN 2009 akibat banyaknya perubahan asumsi makro ekonomi dengan meningkatkan defisit APBN dari Rp51,3 triliun atau 1 persen dari PDB menjadi Rp132 triliun atau 2,5 persen dari PDB.

Kenaikan defisit ini, kata Menkeu/Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawatiusai sidang kabinet paripurna di kantor Presiden Jakarta, Selasa, akan ditutup dengan menggunakan selurun Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) APBN 2008 sebesar Rp51 triliun dan tambahan pinjaman Rp30 triliun dari bilateral dan lembaga-lembaga multilateral.

Menkeu menjelaskan perubahan APBN ini disebabkan perubahan yang sangat drastis dari beberapa indikator atau asumsi ekonomi 2009 seperti pertumbuhan ekonomi dari 6 persen diubah menjadi 4,5 - 5,5 persen dengan titik tengah 5 persen.

Harga minyak yang ditetapkan sebesar 80 dolar AS per barel diubah menjadi 45 dolar AS per barel. "Angka ini masih mencukupi meski pergerakan harga minyak dunia antara 39 - 48 dolar AS per barel, jadi kita pakai 45 dolar AS per barel untuk sepanjang tahun 2009," katanya.

Nilai tukar rupiah yang sebelumnya ditetapkan Rp9.400 per dolar AS diubah menjadi Rp11.000 per dolar AS dengan melihat volatilitas nilai tukar rupiah pada tiga bulan terakhir.

Asumsi-asumsi lain, seperti inflasi tetap sebesar 6,2 persen, suku bunga SBI tiga bulan 7,5 persen dan lifting minyak 960 ribu barel per hari.

Dengan perubahan asumsi makro ini serta pemberian diskon TDL untuk industri dan tambahan stimulus fiskal untuk sektor ekonomi yang berdampak positif, maka besaran pendapatan negara diperkirakan turun sebesar Rp128 triliun dari sebelumnya Rp985,7 triliun menjadi Rp857,7 triliun.

"Itu disebabkan terutama karena pertumbuhan ekonomi yang rendah, nilai tukar yang berubah dan adanya beberapa insentif yang membuat penerimaan negara menurun," katanya.

Penurunan juga disebabkan karena asumsi harga minyak yang turun, yang membuat penerimaan migas dan PNBP migas akan mengalami penurunan. Begitu juga penerimaan pajak akan turun Rp54 triliun dari yang dianggarkan 725 menjadi Rp671,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan turun Rp74,1 triliun.

Belanja negara akan tetap dipertahankan terutama untuk belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp322,3 triliun, hal ini untuk menjaga agar setiap kementerian dan lembaga tetap bisa menjalankan programnya tanpa terganggu perubahan APBN.

"Belajar dari pengalaman ini belanja kementerian lembaga tidak diubah agar tidak ada kemunduran dari belanja," katanya.

Sebelumnya, Pemerintah menetapkan Pendapatan Negara Rp985,7 triliun, yang terdiri dari Penerimaan Perpajakan Rp725,8 triliun, penerimaan bukan pajak Rp258,9 triliun dan hibah Rp0,9 triliun.

Sementara belanja negara sebelumnya ditetapkan sebesar Rp1.037,1 triliun antara lain untuk belanja pmerintah pusat Rp716,4 triliun, dan belanja daerah Rp320,7 triliun. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009