Sudah dirapatkan dengan Presiden dan Pak Menko Perekonomian serta lembaga terkait memang ke depannya akan ada road show ke beberapa kota di Indonesia di setiap kepulauan

Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono menjelaskan bahwa Kementerian Koordinator bidang Perekonomian akan melakukan road show demi mensosialisasikan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

"Sudah dirapatkan dengan Presiden dan Pak Menko Perekonomian serta lembaga terkait memang ke depannya akan ada road show ke beberapa kota di Indonesia di setiap kepulauan," ungkap Dini Purwono dalam diskusi terkait rancangan Omnibus Law Cipta Kerja di gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat.

Road show tersebut, menurut Dini akan dilakukan juga bersama dengan pemerintah daerah untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat.

"Sekarang pemerintah pusat dan pemda sedang konsolidasi dan setelah selesai akan turun ke lapangan melakukan road show memberikan pencerahan ke masyarakat. Kalau tidak ada narasi yang jelas, tidak terinformasikan dengan baik jadi simpang siur," ucap Dini.

Baca juga: Stafsus Presiden: RUU "Omnibus Law" Cipta Kerja tetap atur amdal

Road show juga akan dilakukan di kampus-kampus dan ikatan-ikatan alumni.

"Diskusi dengan dunia akademis, iluni-iluni (ikatan alumni) juga mulai disosialisasikan dan nanti para menteri terkait langsung memberikan pencerahan ke masyarakat," tutur Dini.

Dini mengakui bahwa perumusan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang cukup singkat itu membatasi Kemenko Perekonomian untuk mendengarkan seluruh aspirasi pemangku kepentingan.

"Tim Kemenko Perekonomian sudah bicara dengan serikat pekerja, jadi bukan ditutupi. Kita yang terima juga susah karena masukan terus datang dari 31 kementerian, makanya dengan keterbatasan dikunci dulu (dalam draf RUU) setelah di DPR maka proses pembahasan belum mulai. Mulai Maret di situ kita mau masyarakat berpartisipasi aktif, UMKM, pers, buruh jadi soal apa pun disampaikan saja," ujar Dini menjelaskan.

Namun, Dini mengakui karena RUU Cipta Kerja terdiri atas 79 UU dan melibatkan 31 kementerian dan lembaga maka tidak terhindarkan adanya human error.

Baca juga: Stafsus Presiden: RUU Cipta Kerja agar investor tidak pindah negara

"Misalnya, Pasal 170 disebut salah ketik, walau sebenarnya tulisannya rapi tapi bisa saja dalam menyusun orang yang mendraf salah memahami, tapi kan bisa masyarakat memberikan masukan untuk dicatat lalu diperbaiki, dari pada masyarakat berandai-andai dan membuat pikiran sendiri," imbuh Dini.

Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah diterima DPR RI sejak Rabu (12/2). Draf tersebut baru akan dibawa ke rapat pimpinan pekan ini sebelum dibawa ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Omnibus Law Cipta Kerja adalah undang-undang gabungan yang diusulkan Presiden Joko Widodo dan diklaim bisa memangkas aturan sehingga bisa menarik investasi.

Baca juga: Ini isi RUU Cipta Kerja

Dalam Bab XIII Ketentuan Lain-lain Pasal 170 ayat 1 dan ayat 2 disebutkan bahwa (1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan UU ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam UU yang tidak diubah dalam UU ini. (2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2019, maka jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sesuai urutan dari yang tertinggi adalah: (1) UUD, (2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR), (3) Undang-undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), (4) Peraturan Pemerintah (PP), (5), Peraturan Presiden (Perpres), (6) Peraturan Daerah (perda) Provinsi dan (7) Peraturan Kabupaten atau Kota. Artinya tidak mungkin PP mengubah UU seperti dalam Bab XIII pasal 170 RUU Cipta Kerja.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengakui ada kesalahan ketik dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Itu kan jadi memang melihat segala sesuatu harus, tidak mungkin kan sekonyol itu dong, nanti kita lihat. itu mungkin kesalahan, perundang-undangan maksudnya itu bukan undang-undang, maksudnya perda dicabut dengan PP, jadi perda harus tunduk tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang ada di atasnya," tambah Yasonna.

Baca juga: UU Cipta Kerja akan dongkrak pendapatan per kapita jadi Rp7 juta/bulan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020