"Jangan sampai isinya mengebiri atau membatasi kepentingan para insan pers dalam berekspresi," kata Esa Arief, di Pamekasan, Kamis malam.

Pamekasan (ANTARA) - Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura, Jawa Timur Esa Arif AS, M.I.Kom menyatakan, omnibus law yang kini dibahas oleh pemerintah hendaknya memperhatikan kepentingan insan pers dalam berupaya menciptakan iklim pers yang demokratis.

"Jangan sampai isinya mengebiri atau membatasi kepentingan para insan pers dalam berekspresi," kata Esa Arief, di Pamekasan, Kamis malam.

Dosen Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) IAIN Madura ini lebih lanjut menjelaskan, secara umum dirinya sepakat dengan aspirasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) serta LBH Pers tentang penilaian atas omnibus law.

Menurut Esa, keempat organisasi dan lembaga pers ini intinya adalah tetap ingin mewujudkan iklim pers yang bebas, demokratis dan searah dengan cita ideal pers sebagai penyangga keempat dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi.

Maka, upaya untuk keluar dari banyak hal yang bisa membelenggu kebebasan pers mesti harus diperjuangkan bahkan ditolak. Tapi, di satu sisi semangat pemerintah untuk mempermudah berbagai jenis investasi untuk kemajuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, menurutnya, juga harus mendapatkan dukungan dari semua elemen masyarakat termasuk dalam hal ini adalah insan pers.

"Sebenarnya apa yang disampaikan PWI Pusat, AJI, IJTI dan LBH pers sudah ideal dan merupakan representasi dari keinginan insan pers di negeri ini," katanya pula.
Baca juga: Dewan Pers tak dilibatkan dalam pembahasan Omnibus Law

Hanya saja, secara pribadi ia mengakui bahwa keinginan pemerintah terkait rancangan perundang-undangan itu juga memiliki tujuan baik.

Maka salah satu cara yang harus dilakukan adalah melibatkan semua pihak, baik insan pers, pengusaha pers dan institusi yang memang dipercaya oleh pemerintah untuk menangani pers, dalam hal ini adalah Dewan Pers.

"Jadi semangat untuk mempertahankan iklim kebebasan pers yang demokratis harus kita dukung, karena ini bagian dari amanah reformasi, tapi di sisi lain bahwa niat baik pemerintah dalam berupaya mempermudah regulasi usaha demi memakmurkan perekonomian masyarakat juga harus diapresiasi," kata dosen muda yang juga Sekretaris PWI Pamekasan ini pula.

Sistem pers di Indonesia yang banyak diterapkan oleh sejumlah perusahaan media di Indonesia ini, adalah lebih banyak pada sistem pers tanggung jawab sosial dibanding sistem pers liberal, demokratis dan sistem pers komunis.
Baca juga: Omnibus Law kekang pers, Mahfud: Tidak boleh

Sistem ini memang lebih tepat, karena pers diposisikan sebagai bagian dari pilar keempat dalam demokrasi yang berperan ikut mendorong program-program yang pro pada kepentingan publik dan berpihak pada rakyat kecil, tanpa mengabaikan ketentuan yang berlaku di negeri ini.

Namun dalam praktiknya, sebagian insan pers dan perusahaan pers belum sepenuhnya menerapkan hal ini, sehingga wajar, apabila di satu sisi pemerintah memiliki keinginan untuk mengubah menjadi lebih baik, dan seirama dengan cita politik pemegang kendali kuasa.

Oleh karenanya, kata dia lagi, yang perlu dilakukan ke depan adalah memadukan antara para pihak yang sama-sama memiliki keinginan baik ini.

"Sebab diakui atau tidak bahwa negara yang kuat itu apabila didukung oleh pers yang sehat," katanya menegaskan.
Baca juga: Dewan Pers ingatkan pemerintah tak buat peraturan turunan UU Pers

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020